Pada perjuangannya tersebut, dia hanya mampu bertahan sampai Kategori Penulis Terpilih dan Penulis Terbaik saja. “Kalau tidak salah, saya aktif ikuti lomba dari sejak kelas X MA. Tapi saya selalu gagal,” terangnya pada Radar Lombok, kemarin.
Gadis penghafal Alquran ini mengaku memang sangat menyukai dunia sastra sejak masih duduk di bangku SMP. Namun, kecintaannya itu tersalur saat dia menginjak bangku SMA, hingga mengikuti berbagai lomba menulis.
Dari berbagai kegagalan yang dilaluinya, akhirnya dia mendapat momen penting yang baginya tidak bisa untuk dilupakannya. Bagaimana tidak, pada 10 Oktober dan 15 November 2017 silam dia berhasil terpilih sebagai juara 1 pada lomba menulis puisi dan cermin tingkat nasional yang berlangsung secara online dengan tema “Perempuan Bernama Izza”.
Bagi anak pertama dari dua bersaudara ini, lomba yang diikuti disebutnya relaitif sulit. Pasalnya, pada tema yang diangkat oleh panitia lomba bersentuhan langsung dengan masalah gender. Namun, berkat bimbingan serta keaktifannya mengikuti berbagai kegiatan di madrasah tempatnya menuntut ilmu.
Dia pun paham terkait bagaimana kelas-kelas perempuan yang harus diperjuangkan. Dan kebetulan, pada saat itu Ponpes Tohir Yasin tempatnya menimba ilmu membuat lembaga khusus perempuan. Dimana pada pembahasan lembaga tersebut, dibeberkannya membicarakan tentang hak-hak perempuan. “Makanya saat itu alhamdulillah saya mulai paham dengan tema yang disuguhkan panitia,” tuturnya.