APBD Mancet, Perputaran Ekonomi Mampet

????????????????????????????????????

TANJUNG-Realisasi belanja Pemerintah KLU memasuki triwulan II ini sangat jauh dari target.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) KLU, per 2 Mei 2016, dari total anggaran belanja Pemerintah KLU sebesar Rp 843 miliar lebih, hanya terealisasi Rp 85,8 miliar lebih atau 10,18 persen. Padahal, target belanja pada triwulan I saja mencapai 29,24 persen sesuai alur kas. Sementara target pada triwulan II ini sendiri mencapai 66,44 persen sesuai alur kas.

Jika dihitung-hitung, maka ada ratusan miliar lebih yang tertahan dalam kas dan tidak dibelanjakan sesuai alur kas yang ada di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kita misalkan saja pada akhir triwulan I, Maret sudah terealisasi belanja 10,18 persen. Jika sesuai dengan target dan alur kas yang ada yaitu 29,24 persen, seharusnya sudah bisa dibelanjakan Rp 246,49 miliar lebih. Jika realisasi pada Maret misalnya hanya Rp 85,8 miliar, maka terdapat Rp 160 miliar lebih uang daerah yang tidak dibelanjakan sesuai alur kas dan target yang ada.

Sekretaris DPPKAD KLU, Hairul Anwar menerangkan, rendahnya realisasi belanja hingga 2 Mei 2016 ini tentu dipicu oleh rendahnya belanja di sejumlah SKPD. Misalnya Dinas Kesehatan dengan total anggaran belanja Rp 55,7 miliar lebih, baru terealisasi Rp 5,3 miliar lebih atau 9,56 persen. Kemudian RSUD dengan total anggaran belanja Rp 35 miliar lebih, baru terealisasi 1,5 miliar lebih atau 4,47 persen. Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUPESDM) dengan total anggaran belanja Rp 222,4 miliar lebih, baru terealisasi Rp 2,4 miliar lebih atau 1,11 persen. Selanjutnya DPPKAD sendiri dengan total anggaran belanja Rp 123,1 miliar lebih baru terealisasi Rp 6 miliar lebih atau 4,91 persen.

Baca Juga :  BI Proyeksi Triwulan II Ekonomi Tumbuh Lebih Baik

Hairul menerangkan, rendahnya realisasi belanja di masing-masing SKPD tentu yang lebih mengetahuinya adalah SKPD terkait. Namun khusus untuk DPPKAD lanjutnya, rendahnya belanja ini disebabkan oleh sejumlah hasil evaluasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB yang anggaranya ada di DPPKAD. Misalnya saja anggaran bansos/hibah berupa uang, yang diharuskan untuk direvisi pada APBD Perubahan 2016, sehingga belum bisa dijalankan saat ini. “Kita menerapkan prinsip kehati-hatian, lebih baik terlambat daripada ada masalah di kemudian hari,” terangnya saat ditemui Selasa (10/5).

Selain itu kata Hairul, rendahnya belanja DPPKAD juga disebabkan karena hingga Selasa kemarin, belum ada satupun desa dari 33 desa yang dicairkan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD). Sejauh ini lanjutnya baru ada lima desa yang diproses Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) ADD dan DD, yaitu Gondang, Gumantar, Sigar Penjalin, Selengen dan Mumbul Sari. “Kemudian ini ada Desa Tanjung dan Kayangan yang berkasnya baru masuk lagi ke kita,” terangnya.

Baca Juga :  Ekspor Ikan Hias NTB Terus Meningkat

Hairul sendiri membantah bahwa rendahnya realisasi ini akibat tidak adanya uang di kas daerah. Menurutnya uang tetap stand by  di kas daerah. Selain itu realisasi pendapatan juga terbilang bagus. Dari total rencana pendapatan Pemerintah KLU pada 2016 senilai Rp 803,8 miliar lebih, sudah terealisasi Rp 269,6 miliar lebih per 2 Mei 2016.

Terpisah, Kepala Dinas PUPESDM, Raden Nurjati menerangkan, realisasi memang masih rendah di Dinas PUPESDM, dikarenakan banyak kegiatan fisik yang belum mulai dilaksanakan. Namun jika kegiatan fisik sudah mulai dilaksanakan kata dia, maka Dinas PUPESDM akan menyalip realisasi SKPD lainnya.

Ketua Fraksi Hanura DPRD KLU, Ardianto sendiri menyayangkan rendahnya realisasi belanja Pemerintah KLU saat ini. Menurutnya, rendahnya belanja ini memicu lambannya perputaran ekonomi di KLU yang berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat.

Ardianto menerangkan, saat ini honor-honor pegawai dan gaji tenaga kontrak khususnya belum terbayar. Belum lagi pembangunan infrastruktur belum jalan. Khusus infratruktur yang banyak belum berjalan, otomatis mengakibatkan perputaran uang pada industri bahan-bahan infratruktur lamban, dan banyak tukang bangunan juga tidak bekerja. “Kalau tidak percaya, lihat saja di pasar. Perputaran ekonomi lamban, misanya bawa bawang satu keranjang ke pasar, dibawa pulang lagi satu keranjang, karena sedikit bahkan tidak ada yang beli,” terangnya. (zul)

Komentar Anda