SELONG – Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Nomor 56 Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan penangkapan dan pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan mendapat penolakan dari nelayan.
Bagi nelayan peraturan baru ini semakin menyulitkan mereka. Padahal ada ribuan nelayan di NTB terutama di Lombok yang menggantung hidup dari penangkapan lobster ini. H Muhsan nelayan asal Dusun Lungkak Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak Lombok Timur mengatakan terbitnya peraturan ini merupakan langkah yang salah. “Jika semua ikan di laut yang mempunyai nilai jual dilarang ditangkap, lebih baik laut ini ditimbun saja. Berikan saja nelayan putas (potasium) biar masyarakat yang berada di pinggiran pantai mati semua,” katanya dengan kesal Selasa kemarin (24/1).
Dikatakan, yang membuat nelayan semakin sulit karena terbitnya peraturan ini tidak diikuti dengan solusi lain. Pemerintah sebenarnya tahu ada ribuan nelayan yang menggantung hidupnya dari menangkap lobster ini. Namun tidak adanya solusi atas larangan itu, menyebabkan nelayan akan menempuh segala cara. '' Ini urusan perut.
BACA JUGA : Gubernur Minta Menteri Susi Tidak Persulit Nelayan
Mestinya ada solusi. Kalau dia (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti) mengkaji dengan baik, (peraturan menteri) ini tidak mugkin dikeluarkan,”tudingnya.
Kepala Desa Ketapang Raya Sayyid Zulkifli yang merupakan pembudidaya lobster mangatakan eraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 harus dikaji ulang. Peraturan ini akan membunuh nelayan secara perlahan-lahan. Ada ribuan nelayan yang tidak memiliki sumber penghasilan. “Saat inilah kita butuhkan peran dari anggota DPR, jangan hanya ngomong saja untuk membela rakyat, namun buktikan dan lawan jika benar-benar membela rakyat,”tegasnya. Dikatakannya jika anggota dewan membutuhkan bantuan dari masyarakat untuk melakukan penolakan terhadap peraturan menteri ini,pihaknya akan siap turun bersama masyarakat melakukan penolakan.
Menurutnya, jika pemerintah tetap melarang penangkapan dan budidaya lobster, kepiting dan rajungan, pihaknya meminta pemerintah menanggung biaya hidup nelayan berserta anaknya.
”Saya yakin nelayan siap tidak melaut asalkan pemerintah mau menanggung biaya kehidupannya,'' tambahnya.
Kepala Desa Maringkik Nusapati mengatakan, saat Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan larangan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan nelayan sudah menderita. Kini, tidak hanya larangan penangkapan, tetapi juga membudidayakannya. Larangan ini akan menambah penderitaan rakyat.
Tidak hanya itu, larangan ini akan berdampak pada bertambahnya pengangguransehingga ketentaraman masyarakat akan terganggu. Begitu juga angka kemiskinan akan semakin bertambah. ”Saya yakin dengan adanya peraturan ini banyak masyarakat yang akan menjadi pencuri karena lapangan pekerjaannya dirampas secara tidak langsung,”jelasnya. Dia berharap, pemerintah daerah baik gubernur dan bupati bersama anggota DPRD bersama-sama memperjuangkan nasib nelayan ini.
Terpisah Anggota DPR-RI Daerah Pemilihan (Dapil) NTB, H Wilgo Zainar menegaskan, semua kebijakan dan program pemerintah harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat. “Tapi ini berbeda, makanya harus ditinjau ulang Permen Susi. Kita harus suarakan memang,” ujarnya.
Peraturan ini dinilai akan sangat merugikan rakyat. Bukan hanya nelayan lobster saja menjadi korban, tetapi keluarganya, pendidikan anak-anak nelayan juga menjadi terancam. Hal ini seharusnya dipikirkan dengan baik. Bukan malah sebaliknya bertindak sok tegas, namun tidak diiringi dengan kajian yang komferehensif.
[postingan number=3 tag=”lobster”]
Ditegaskan, poin-poin yang ada dalam Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tentang Nomor 56 Nomor 56 Tahun 2016 tersebut bahkan bertentangan dengan cita-cita negara Indonesia, untuk mensejahterakan rakyat. “Semua program pemerintah harus berorientasi untuk kesejehteraan rakyat. Kalau Permen ini diberlakukan, justru rakyat dalam hal ini nelayan dan keluarganya dikorbankan. Maka ini bertentangan dengan cita-cita negara kesejahteraan yang kita tujui,” kata Wilgo.
Hal yang harus dilakukan Menteri Susi, kata Wilgo, memperketat pengawasan terhadap nelayan dan kapal asing. Laut Indonesia sampai saat ini kerap kali kekayaannya dicuri oleh orang luar. Penggagalan yang dilakukan hanya sedikit saja dari banyaknya praktek kapal asing yang beroperasi.
Berbeda halnya dengan nelayan di NTB yang menangkap lobster untuk kebutuhan hidup. Seharusnya, Menteri Susi juga memiliki iktikad baik untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan dengan kekayaan laut Indonesia. “Tapi ini kok malah menghancurkan sumber penghidupan nelayan. Bayangkan, ribuan nelayan lobster di NTB, bagaimana terus nasib keluarga nelayan itu. Janganlah Menteri Susi egois,” katanya.
Oleh karena itu, Wilgo mengaku siap membangun kekuatan di DPR-RI demi menyelamatkan nasib ribuan nelayan lobster di NTB. “Saya berada di Senayan karena dipercaya oleh rakyat NTB, tentu saya akan perjuangkan masalah ini,” ucapnya.
Untuk itu, dalam waktu dekat dirinya juga akan melakukan konsolidasi dengan semua anggota DPR-RI Dapil NTB. Semua orang harus berjuang dan bergerak bersama agar tujuan lebih cepat diraih. Nasib nelayan memang harus diperjuangkan dengan menolak peraturan ini.
Apabila nantinya, peraturan tersebut tidak bisa dirubah, maka syarat utama diberlakukannya yaitu adanya solusi pekerjaan lain dari pemerintah. “Pertanyaan mendasar, apakah pemerintah mampu memberikan alternatif solusi pekerjaan pada nelayan lobster ?,” ujar Wilgo.
Apabila pemerintah belum mampu memberikan pekerjaan lain, maka Menteri Susi haruslah membiarkan nelayan menangkap lobster. Mengingat, bibit lobster yanga da di NTB merupakan anugerah Tuhan. Tidak pernah ada uang APBD maupun APBN untuk mendatangkan bibit lobster di laut.
Karunia Tuhan harus disyukuri, bukan sebaliknya disia-siakan. Wilgo bersama anggota DPR-RI Dapil NTB siap membantu pemda untuk melakukan perlawanan. “Pokoknya kalau pemerintah tidak kasi pekerjaan lain, wajib hukumnya menteri Susi harus membiarkan nelayan menangkap lobster,” tegas Wilgo.
Sementara itu, Fahri Hamzah selaku wakil rakyat Dapil NTB, belum menyatakan sikap atas Permen Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tersebut. Fahri juga tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya atas Permen tersebut. “Apa saran sampean,’ jawabnya bertanya balik. (cr-wan/zwr)