MATARAM – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan tanggapan terkait dampak arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang memerintahkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas bagi menteri dan pejabat Kabinet Presiden Prabowo Subianto.
Surat Edaran Menteri Keuangan bernomor S-1023/MK.02/2024 yang diterbitkan pada 7 November 2024, menginstruksikan kementerian dan lembaga untuk memangkas anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen.
Arahan ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan Presiden, yang bertujuan untuk menjaga optimalisasi belanja negara tanpa mengorbankan pencapaian target program.
Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran IA Kantor Wilayah DJPb NTB, Mohammad Samsul Anam, menjelaskan bahwa pemangkasan perjalanan dinas kementerian/lembaga di wilayah NTB mencapai Rp48 miliar berdasarkan estimasi awal.
“Dari data perhitungan Kanwil sekitar Rp 48 miliar, tetapi riilnya berdasarkan surat dari eselon I untuk masing-masing Satker (belum semua kita terima),” ujar Samsul, Senin (18/11).
Pemangkasan ini mulai diberlakukan sejak 15 November 2024, hingga akhir tahun. Namun hingga saat ini, estimasi pemotongan untuk anggaran tahun 2025 masih belum tersedia. “Kemungkinan riilnya tidak lebih dari Rp 48 miliar. Angka ini untuk penghematan belanja perjalanan dinas di satuan kerja di wilayah kerja Kanwil NTB,” tambahnya.
Namun Samsul menegaskan, bahwa kebijakan ini tidak mencakup perjalanan dinas yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Penghematan ini hanya berlaku untuk perjalanan dinas yang bersumber dari APBN. Sementara perjalanan dinas pejabat Pemprov dan kabupaten/kota di NTB tidak termasuk,” jelasnya.
Sebagai informasi, surat tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet Merah Putih, Jaksa Agung, Kapolri, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, serta pimpinan sekretariat lembaga negara. Dalam surat edaran, terdapat tujuh poin panduan penghematan, termasuk mekanisme revisi anggaran melalui halaman IV A DIPA yang dikoordinasikan oleh kantor wilayah DJPb.
Meskipun demikian, jika ada kebutuhan mendesak setelah penghematan dilakukan, kementerian atau lembaga terkait dapat mengajukan dispensasi kepada Menteri Keuangan untuk menggunakan sisa anggaran yang tersedia.
Sementara itu pemangkasan anggaran perjalanan dinas yang diinstruksikan oleh pemerintah mulai memberikan dampak signifikan pada sektor usaha, khususnya perhotelan, di NTB. Dimana kebijakan tersebut dinilai menjadi pukulan berat bagi pelaku industri pariwisata yang selama ini bergantung pada kegiatan Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE).
Pembina dan Penasihat Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, I Gusti Lanang Patra, menjelaskan bahwa beberapa hotel di NTB, terutama di Kota Mataram, telah merasakan dampak langsung dari kebijakan ini.
“Ada beberapa pembatalan, sekitar 4 (hotel) dan kebanyakan terjadi di hotel-hotel yang ada di Kota (Mataram). Saat ini, mereka (pihak hotel) tengah menunggu kebijakan (lanjutan terkait pemangkasan anggaran perjalanan dinas),” kata Lanang.
Ia mengungkapkan bahwa kontribusi MICE sangat penting bagi keberlangsungan bisnis perhotelan di NTB. Dalam struktur pemasukan hotel, sekitar 50 persen berasal dari kegiatan MICE, sedangkan sisanya berasal dari wisatawan bisnis dan liburan.
Dengan adanya pemotongan anggaran perjalanan dinas, tingkat okupansi kamar diprediksi bisa turun drastis hingga 50 persen. “Dampaknya akan sangat besar bagi hotel-hotel di NTB, terutama yang berada di perkotaan. Jika pemangkasan ini terus berlanjut, maka bisnis perhotelan akan mengalami penurunan pendapatan yang signifikan,” tambah Lanang.
Tidak hanya sektor perhotelan yang terpengaruh, pemangkasan anggaran perjalanan dinas juga berdampak pada sektor makanan dan minuman serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sektor-sektor ini biasanya menjadi penopang kegiatan MICE dan bergantung pada kunjungan para pejabat atau tamu yang melakukan perjalanan dinas.
PHRI NTB berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap sektor pariwisata dan memberikan solusi agar pelaku usaha tidak mengalami kerugian lebih besar. “Kalau bisa dibilang 50 persen MICE, 50 persen bisnis dan wisatawan yang datang berlibur, jadi pengaruhnya pasti besar (dengan adanya perjalanan dinas pejabat),” ungkap Lanang. (rat)