
TALIWANG–PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
“Program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas masyarakat setempat, mengoptimalkan potensi sumber daya manusia dan wilayah, serta memastikan keberlanjutan ekonomi masyarakat di masa depan, khususnya pasca operasi tambang,” kata Senior Manager Social Impact AMMAN, Aji Siryanto, Selasa (29/4).
Dijelaskan Aji, PPM AMMAN memiliki visi besar, yakni menciptakan komunitas dengan ekosistem sosial budaya dinamis yang mampu membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berkembang.
Visi ini diwujudkan melalui tiga pilar utama, yaitu Human Capital Development (Pengembangan Sumber Daya Manusia), Economic Empowerment (Pemberdayaan Ekonomi), dan Sustainable Tourism (Pariwisata Berkelanjutan).
“Ketiga pilar ini saling melengkapi untuk menciptakan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di KSB,” jelas Aji.
Sebagai salah satu program unggulan dalam pilar Pariwisata Berkelanjutan, AMMAN meluncurkan TransformaSea Gili Balu, sebuah inisiatif komprehensif yang mengintegrasikan ekowisata dengan pelestarian lingkungan.
Program ini bertujuan mengembangkan kawasan Gili Balu sebagai destinasi wisata bahari yang berkelanjutan dan menjanjikan, sambil menjaga kelestarian kawasan konservasi. “Gili Balu sendiri merupakan gugusan delapan pulau di Kecamatan Poto Tano yang memiliki keunikan dan daya tarik masing-masing,” terang Aji.
TransformaSea Gili Balu dijalankan melalui kemitraan strategis antara AMMAN dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kemitraan ini diwujudkan dalam bentuk pengelolaan kawasan konservasi Taman Perairan Gili Balu, dengan mengedepankan prinsip Public Private Community Partnership (PPCP).
“Dalam pendekatan ini, masyarakat setempat ditempatkan sebagai pelaku utama yang didukung oleh pemerintah dan sektor swasta,” ucap Aji.
Program ini selaras dengan dua tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yakni SDG 14 tentang pelestarian ekosistem laut dan pesisir, serta SDG 8 tentang pertumbuhan ekonomi inklusif dan penciptaan pekerjaan layak.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, TransformaSea Gili Balu mencakup berbagai inisiatif utama, di antaranya, yaitu melakukan pelestarian ekosistem laut dan pesisir, dengan cara rehabilitasi terumbu karang, lamun, dan mangrove. Program ini berupaya menjaga keseimbangan ekosistem, sekaligus meningkatkan populasi ikan,” ujar Aji.
Berikutnya lanjut Aji, pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Dimana AMMAN memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada masyarakat sekitar untuk mendukung pengelolaan wisata. Mulai dari pelatihan pemandu wisata, sertifikasi penjaga pantai (lifeguard), hingga penyedia layanan pariwisata.
Kemudian pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, dengan membangun dan memelihara sarana prasarana pendukung. “Kami juga memberikan pelatihan tentang praktik penangkapan ikan berkelanjutan bagi para nelayan lokal,” beber Aji.
Selanjutnya edukasi dan kesadaran lingkungan. Bahwa peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian lingkungan laut dan pesisir menjadi bagian integral dari program ini.
“Untuk memastikan program TransformaSea Gili Balu berbasis pada riset ilmiah, kami menggandeng Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) dari IPB University sebagai mitra teknis,” terang Aji.
Sementara Andy Affandy dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, menyampaikan bahwa pendekatan yang dilakukan adalah untuk memberikan landasan ilmiah yang kokoh dalam setiap langkah implementasi, sehingga program dapat berjalan efektif dan memberikan dampak nyata.
“Nama Gili Balu sendiri berasal dari bahasa lokal yang berarti “delapan pulau.” Gugusan ini terdiri dari Pulau Kenawa, Pulau Paserang, Pulau Kambing, Pulau Belang, Pulau Namo, Pulau Kalong, Pulau Mandiki, dan Pulau Ular,” jelas Andy.
Setiap pulau jelasnya, menawarkan keunikan tersendiri, mulai dari panorama alam yang memukau hingga keanekaragaman hayati yang kaya. ” Ada berbagai potensi wisata bahari yang menjanjikan, seperti snorkeling, diving, hingga wisata edukasi lingkungan, menjadikan kawasan ini sebagai destinasi unggulan di masa depan,” ujar Andy.
Namun demikian, pariwisata yang dikembangkan di Gili Balu bukan seperti pariwisata umumnya, yaitu hendak mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. Tetapi wisata minat khusus, yang lebih pada kesadaran pada lingkungan, atau eco wisata.
“Artinya, wisatawan yang datang berkunjung ke Gili Balu akan dibatasi sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan. Seperti destinasi wisata Raja Ampat, Papua. Wisatawan kesana dibatasi jumlahnya, bahkan ada yang antre sampai tiga tahun, baru bisa berkunjung ke Raja Ampat,” jelas Andy.
Semua ini dilakukan, agar TWP (Taman Wisata Perairan) Gili Balu sebagai kawasan konservasi tetap lestari. “Memang eksklusif, tapi ini semua demi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Alam lestari, sektor pariwisata tetap dapat berkembang, dan menjadi destinasi utama tujuan para wisatawan,” ujar Andy.
Sedangkan Yuna, dari Kelompok Pengelola Wisata Poto Tano, menjelaskan gerbang utama menuju Kawasan TWP Gili Balu dapat dilakukan melalui Desa Poto Tano, yang didukung oleh empat desa lainnya sebagai kawasan penyangga, yakni Desa Senayang (Sepakek), Desa Tuananga, Desa Kiantar, dan Desa Tambaksari.
“Kehadiran TransformaSea Gili Balu diharapkan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat lokal melalui penciptaan lapangan kerja yang layak dan berkualitas. Terpenting, sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan,” singkat Yuna. (gt)