AMDK Asel Belum Menguntungkan

LAPORAN: PT Energi Selaparang saat menyampaikan Laporan Pertangggung Jawaban penutupan akhir buku 2016 (GAZALIE/RADAR LOMBOK)

SELONG—PT Energi Selaparang, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Lombok Timur (Lotim). Perusahaan ini mengelola dua divisi usaha, yaitu Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Nelayan (SPBN) dan usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yaitu Asel.

Untuk AMDK sendiri, PT Energi Selaparang memproduksi air kemasan Asel dalam berbagai jenis. Asel sendiri telah mulai memasarkan hasil produksinya sejak 2016 lalu. Meski telah mendapatkan suntikan dana dari Pemkab Lotim dengan nilai yang cukup besar.

Namun menutup buku akhir 2016,  penghasilan Asel tidak sebanding dengan  biaya operasional atau penyertaan modal yang digelontorkan . Bahkan AMDK ini mengalami kerugian. “Namanya juga barang baru,sehingga manejmen  harus dirubah,” kata Wakil Bupati Lotim, Haerul Warisin.

Dalam laporan pertanggung jawaban, terungkap kerugian untuk Divisi AMDK Asel ini mencapai angka Rp 657 juta lebih, dan rugi konsolidasi senilai Rp 485 juta lebih.

Dikatakan Warisin, agar AMDK yang dikelola PT Energi Selaparang ini kedepan bisa memberikan keuntungan bagi daerah, maka manejemen perlu dilakukan perombakan. Artinya, struktur manajemennya harus disesuaikan dengan standar perusahaan. “Manajemen yang menjadi kelemahan. Karena struktur personilnya masih belum dilengkapi,” lanjut dia.

[postingan number=3 tag=”lotim”]

Dikatakan, dalam sehari Asel mempu memproduksi sekitar 846 kardus dalam berbagai kemasan. Namun yang diinginkan, kinerja Asel ini perlu ditingkatkan. Sehingga kedepan jumlah produksi Asel akan mengalami peningkatan. “Saya minta bila perlu 24 jam kerja. Yang penting mesinnya tetap dirawat,” kata dia.

Baca Juga :  2017, Anggaran DBHCHT Rp 17 M

Selain itu, sejumlah kendala lainnya, terkait dengan keterbatasan transportasi untuk memasarkan hasil produksinya, termasuk juga keterbatasan bahan baku. Baik itu galon dan bahan baku  lainnya yang dibutuhkan untuk kemasan Asel.

Tapi tahun ini Asel sendiri telah mendapatkan bantuan dana sekitar Rp. 1 miliar. Dana itu diharapkan sebagian bisa dialokasikan untuk pengadaan alat operasional, dan sebagian lain untuk biaya produksi. “Dana itu kan bisa dibagi. Sebagain pakai untuk beli mobil, sebagian untuk biaya bahan baku. Tidak semestinya harus diberikan dana besar,” terangnya.

Terkait kerugian, Warisin mengaku masih belum ada. Hanya saja, AMDK  Asel ini masih  belum memberikan keuntungan untuk daerah. “PT. Energi Selaparang ini hanya mendapatkan keuntungan dari SPBN,” lanjutnya.

Agar penyertaan modal yang diberikan sesuai dengan penghasilan, PT Energi Selaparang diminta untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan pemasaran AMDK tersebut. “Namun laporan dari perusahaan, Insha Allah mulai bulan tiga ini, mereka sudah bisa menjual AMDK Asel dengan nilai ratusan juta,” sebut dia.

Sementara Dikrektur PT Energi Selaparang, Lalu Mahsun mengatakan, kerugian yang dialami AMDK Asel disebabkan karena penyertaan modal yang digelontorkan sebagian besar dipakai untuk membeli bahan baku. Sejak mulai operasi tahun 2016, masih belum ada aktifitas penjualan. “2016 belum ada penjualan, makanya itu dikatakan rugi. Tapi sebenarnya kita rugi untuk membeli bahan baku,” terang dia.

Baca Juga :  Pemkab Didesak Tagih Uang Muka Labuhan Haji

Sedangkan untuk keterbatasan bahan baku sendiri,  yang tersedia hanya untuk stok satu bulan. Namun jika nantinya bahan baku sudah normal, diperkirakan penghasilan bersih Asel dalam sebulan bisa mencapai Rp. 500 juta dari penjualan  sekitar 1.000 kardus perhari.

Itu setelah dikurangi biaya produksi, operasional termasuk gaji karyawan. Sehingga dalam setahun, keuntungan yang diperoleh nantinya bisa mencapai kurang lebih Rp 6 miliar. “Kalau itu sudah normal. Termasuk jika transportasi sudah lengkap. Kendala kita saat ini juga masalah kendaraan operasional,” kata Mahsun.

Jumlah kendaraan operasional yang mereka miliki hanya dua unit saja. Sementara daya angkutnya cuma sekitar 100 dus untuk melayani para pelanggan yang tersebar di wilayah Lotim. “Dalam sehari kendaraan operasional hanya mampu beroperasi dua kali sehari,” ujarnya.

Sedangkan penyertaan modal tahun senilai Rp. 1 miliar akan dialokasikan untuk pengadaan kendaran operasional sebanyak dua unit. Sisanya akan digunakan untuk modal membeli bahan baku. (lie)

Komentar Anda