Peluang usaha kopi bubuk kini kian terbuka luas. Pangsa pasar produk pangan olahan yang satu ini, kian terbuka, seiring budaya minum kopi sudah meluas, tidak hanya di kalangan orang tua, tapi kini justru digandrungi anak-anak muda bahkan kaum perempuan. Bahkan, kafé-kafé yang menyediakan kopi, mulai banyak bermunculan. Peluang pasar tersebut, menjadi berkah bagi Amaq Yuliadi, peracik kopi asal Desa Sajang Kecamatan Sembalun Lombok Timur.
LUKMANUL HAKIM – SELONG
Di berugak di halaman depan sebuah rumah sederhana di Desa Sajang ini, sejumlah wisatawan asing tampak sedang asyik minum kopi. Wisatawan ini nampaknya begitu menikmati kopi yang disuguhkan tuan rumah.
Wisatawan ini adalah tamu Amaq Yuliadi. Mereka sengaja datang untuk menikmati kopi racikannya usai mendaki gunung Rinjani. Belakangan ini kopi bubuk racikan Yuliadi sudah dikenal luas. Banyak penikmat kopi yang sengaja datang untuk menikmati kopi.
Tentu saja kopi yang lahir dari tangan terampil Yuliadi bukan sembarangan kopi. Dengan menekankan pada kualitas dan tanpa sentuhan bahan kimia apalagi campuran , Yuliadi memulai usaha pembuatan kopi bubuk sejak tahun 2010 silam. Berawal dari sebatas kebutuhan konsumsi pribadi dan keluarga, Yuliadi mulai membuat kopi bubuk tanpa ada bahan campuran dari bahan apapun.
Bahan baku kopi yang digunakan pun tak sembarang, melainkan menggunakan kopi Arabika dengan kualitas bagus. Setiap tamunya yang datang untuk berkunjung, dijamu dengan segelas kopi Arabika hasil racikannya di berugak di depan halaman rumahnya. Tamu yang berkunjung inilah yang mempromosikan kopi bubuk hasil racikan Yuliadi dari mulut ke mulut hingga mendapat respon positif dari sejumlah kafe kopi di sejumlah daerah di Indonesia.
Yuliadi mengaku tertarik membuat kopi bubuk karena melihat potensi budidaya kopi Arabika di Desa Sajang begitu besar. Terlebih lagi, Yuliadi sendiri memiliki kebun kopi Arabika yang cukup luas. “Kopi Arabika di Sajang ini cukup banyak. Dari situ saya berpikir untuk mulai membuat kopi bubuk Arabika untuk melindungi dari kepunahan,” ungkap Yuliadi kepada Radar Lombok belum lama ini.
Budidaya tanaman kopi Arabika dilakoni Yuliadi sejak tahun 2004 silam. Hasilnya lalu dijual dalam bentuk bijinya saja kepada para pengepul. Namun harga yang diberikan oleh pengepul cukup murah dan tidak sebanding dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk merawat tanaman pohon kopi Arabika tersebut.
Lalu Yuliadi lalu berpikir untuk mengkomersilkan kopi ini agar nilai jualnya lebih tinggi. Alhasil, pada tahun 2011, Yuliadi mulai membuat kopi bubuk untuk dikomersilkan. Dia menggunakan biji kopi berkualitas. Lalu diolah dengan cara tradisional seperti di sangrai dengan peralatan sederhana menggunakan tungku kayu bakar.
Kopi bubuk ini lalu diberi merek Kopi Arabica Spesialty Rinjani. Ternyata respon pasar cukup bagus. Bahkan sejumlah kafe di Mataram memilih kopi racikan Yuliadi sebagai jualan utamanya. Tak hanya itu, Kopi Arabica Spesialty Rinjani ini juga sudah banyak dipesan di sejumlah negara di Eropa, Asia dan Timur Tengah.
Kini, omzet penjualan Kopi Arabica Spesialty Rinjani perbulannya sudah tembus Rp 30 juta. Angka penjualan itu, tentu saja, membawa berkah bagi bapak dengan lima orang anak ini. Bahkan kini, Yuliadi bersama sang istri mendapat dukungan dari sang anak yang ikut membantu produksi kopi ini.(*)