Amaq Ali Safari Ramadan di Masjid Telaga Wareng

Jika gaji pejabat itu kecil, kenapa banyak ingin jadi gubernur, karena tiada lain diinginkan adalah perubahan. Maka dari itu harus ada perubahan pergerakan. Yang perlu dilakukan adalah perubahan perilaku. “Jadi, seorang pemimpin itu bukan menjadi kepala kantor. Tapi harus merubah masyarakatnya,” tandasnya.

Untuk mendapatkan perubahan harus ada visi, pemimpin itu harus visi sebagai dasar pembangunan ke masyarakat. Sebab seorang pemimpin itu tidak boleh memandang masyarakat itu rendah. Tidak ada negara ini jika tidak ada rakyat, hanya kedaulatan rakyat yang melakukan perubahan. “Jika tidak ada maka akan semu,” tegasnya.

Baca Juga :  Pilkada Lobar Butuh Anggaran Rp 33,6 Miliar

Kemajuan di Lombok Utara sekarang semakin krisis saling menghargai, karena ada kelas masyarakat baru yang masuk. Lebih tinggi dibandingkan masyarakat biasa, hal ini tidak boleh ada di negeri. Sekarang rakyat sudah tidak peduli terhadap pemimpinnya, karena itu jangan memilih pemimpin berdasarkan uang. Hanya orang yang berhati ikhlas memilih pemimpin dengan cara tidak seperti itu. “Hati yang ikhlas itu dimiliki masyarakat tani, nelayan, buruh, bukan hanya masyarakat berpendidikan tinggi. Buruh, nelayan, tani, dan lainnya lebih mulia dibandingkan gubernur/bupati/pejabat lainnya,” imbuhnya.

Baca Juga :  Amin Tak Khawatir Banyak Cawagub Pulau Sumbawa

Oleh karena itu, ia menjadi calon gubernur NTB karena dicalonkan masyarakat melalui jalur independen. Dari empat pasangan calon, hanya dirinya tidak menaruhkan gelar pendidikannya. Karena tidak ingin gelar pendidikan menjadi ajang perebutan suara masyarakat. Selesai menyampaikan sambutan, Amaq Ali menyerahkan sumbangan masjid Rp 20 juta. ‘’Sumbangan masjid ini murni ingin membantu membangun rumah Allah, bukan semata-mata mendapatkan suara,’’ tandasnya. (tim)

Komentar Anda
1
2
3