Aliran Uang Kasus KUR Rp 29,95 Miliar akan Dibongkar di Persidangan

TERSANGKA: Ke dua tersangka masuk ke mobil tahanan untuk dan akan dibawa ke Lapas Mataram. (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif jagung di Lombok Timur tahun 2020-2021, yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp 29,95 miliar, bakal ditelanjangi di persidangan nantinya.

“Akan dibuka semua di persidangan nantinya,” kata Satrio Edi Suryo, kuasa hukum tersangka inisial LIRA, selaku Bendahara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB, Minggu (18/12).

Hal yang akan dibongkar dalam persidangan mengenai keterlibatan siapa saja dalam kasus korupsi tersebut. Bahkan yang turut menikmati uang dugaan korupsi tersebut, akan dibuka dalam persidangan. “Termasuk kemana saja aliran uang itu akan diterangkan di persidangan. Nanti dibuka semuanya,” sebutnya.

Dalam kasus ini, dua orang ditetapkan sebagai tersangka. Diantaranya mantan Kepala Cabang Bank BNI Mataram inisial AM, dan LIRA, selaku Bendahara HKTI NTB.

Terhadap kasus tersebut, Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera mengatakan sudah melimpahkan tersangka dan barang buktinya ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jumat (16/12) kemarin. “Sudah tahap dua, penyidik sudah melimpahkan tersangka dan barang bukti ke JPU di Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram,” ucap Efrien.

Pelimpahan tersangka dan barang bukti itu sebagai tindak lanjut atas berkas perkara tersangka yang sudah dinyatakan P21 atau lengkap. Kini, JPU sedang menyusun berkas dakwaan kedua tersangka untuk diserahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram. “Secepatnya akan diserahkan dan disidangkan,” ujarnya.

Setelah kedua tersangka dilimpahkan lanjutnya, JPU melanjutkan penahanan kedua tersangka selama 20 hari ke depan. “Tersangka ditahan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Mataram,” katanya.

Sebagai tersangka, keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga :  Gapasdap Tuntut Kenaikan Tarif Penyeberangan Kayangan – Poto Tano

Atas kasus dugaan korupsi ini, Kejati menaruh potensi kerugian negara sebesar Rp 29,95 miliar. Potensi kerugian itu dilihat dari banyaknya petani yang tercatut namanya sebagai penerima, yaitu sebanyak 789 orang.

Sebagai informasi, kasus yang ditangani Kejati NTB atas adanya laporan masyarakat, terutama para petani yang menjadi korban pengajuan KUR fiktif di BNI. Permasalahannya yaitu para petani kesulitan untuk mendapatkan akses pinjaman di bank. Hal tersebut disebabkan karena para petani telah tercatat namanya sebagai penerima pinjaman KUR di BNI. Padahal para petani sama sekali tidak pernah menerima dana KUR tersebut.

Total jumlah petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR fiktif ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Dari jumlah tersebut total pinjaman KUR fiktif yang menjual nama petani ini mencapai Rp 16 miliar lebih.

Kasus ini bermula pada Agustus 2020. Ketika itu, Dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, Dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.

Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit. Untuk petani jagung sekitar 622 orang yang tersebar di lima desa. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektare dengan total luas lahan mencapai 1.582 hektare.

Baca Juga :  Sekolah Tak Libur Jelang Nataru

Sementara petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan dana KUR mulai Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per orang.

Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di lima desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu CV. Agro Briobriket dan Briket (ABB), serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya.

Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu CV ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.

Namun persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjaman di BRI tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di BNI. Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu. (cr-sid)

Komentar Anda