Alih Fungsi Lahan di Mataram Penyebab Petani Miskin Bertambah

Alih Fungsi Lahan di Mataram Penyebab Petani Miskin Bertambah
ALIH FUNGSI : Alih fungsi lahan di Kota Mataram tidak terbendung. Sawah menyusut dan menyebabkan jumlah petani miskin bertambah. (Sudir/Radar Lombok)

MATARAM – Alih fungsi lahan di Kota Mataram membawa dampak negatif yakni bertambahnya jumlah petani miskin. Setiap tahun ada petani yang beralih profesi. Yang miris adalah mereka menjadi buruh kasar.

Alih fungsi lahan terjadi karena banyaknya pembangunan perkantoran maupun perumahan. Pemkot diminta selektif memberikan izin pembangunan di areal pertanian. Karena mengubah tata ruang tanpa izin memiliki konse konsekwensi hukum. “ Yang berani melanggar tata ruang, hukuman pidananya lima tahun,” kata anggota Komisi I DPRD Kota Mataram bidang perizinan H. Ehlas kepada Radar Lombok kemarin (25/10).

Baca Juga :  Elemen Warga Bersatu Bela Nuril

Namun sangat disayangkan, selama ini terkesan aturan di Perda RTRW nomor 12 tahun 2011 seperti macan kertas. Alih fungsi lahan semakin tidak terbendung. Bahkan banyak developer perumahan yang sudah melakukan penimbunan setahun sebelum dibangun. Itu artinya selama setahun petani sudah tidak menggarap sawah. “Rata-rata petani di Kota Mataram pengarap, bukan pemilik. Bahkan ada yang menyewa,” ucapnya.

Alih fungsi lahan berdampak pada masyarakat miskin yang bertambah. Sebagai contoh, dulunya lahan lima hektar bisa digarap lebih dari 20 orang. Sekarang sudah menyusut, banyak petani jadi pengangguran. “ Kalau tidak berlih ke profesi lain. Ada yang menganggur,” ungkapnya.

Lahan pertanian menyusut setiap tahun. Bahkan di Kecamatan Sekarbela salah satu daerah yang sudah ditetapkan menjadi daerah resapan air, sudah habis terbangun. Dari luas lahan pertanian ada 144 hektar, kini menjadi 44 hektar.  

Padahal pemerintah telah mencanangkan program  ketahanan pangan tetap terjaga sehingga bisa dinikmati masyarakat dan generasi penerus bangsa. “ Pemkot tidak komit selama ini. Banyak lahan abadi yang sudah beralih. Alasan karena pembangunan dan investasi,’’ kesalnya.

Baca Juga :  Gendang Beleq SMPN 17 Mataram Langganan Museum NTB

Sementara itu Sekretaris Komisi III Ismul Hidayat menambahkan, selama ini dinas terkait tidak komit. Salah satunya tidak jalannya moratorium izin pembangunan sebelum rampung revisi Perda RTRW. Kenyataannya bangunan baru terus berdiri. “ Kawasan saja belum jelas. Kawasan hijau kawasan resapan, sudah habis terbangun,” katanya.

Kawasan paling parah saat ini terkait alih fungsi lahan di sekitar Sekarbela. Areal pertanian sudah banyak yang dialihkan ke perumahan. Hal ini berdampak lingkungan. Serta kerap terjadi banjir.(dir)

Komentar Anda