Di Al-Madani, Program Hafidz 30 Juz Hanya Enam Bulan

Alqur’an merupakan pintu gerbang utama menuju ilmu-lmu lainnya. Berdasar pada prinsip inilah kemudian Ponpes Al-Madani menetapkan diri sebagai pusat pembibitan penghafal dan pemangku Alqur’an.

 


Jalaludin–Lombok Timur


 

Pondok Pesantren Al-Madani  berlokasi di Lengkok Desa Mamben Lauk Kecamatan Wanasaba Lombok Timur (Lotim).Ponpes diklaim merupakan satu-satunya  di Lotim dan bahkan di NTB yang  menerapkan tiga program sekaligus dalam mencetak para hafidz yaitu klasifikasi umum, khusus dan unggulan.

Program umum yaitu setiap santri  diharuskan untuk bisa menghafal Alqur'an sampai dengan tiga tahun. Kemudian program khusus dimana santri ditargetkan pada program ini  30 juz dalam satu tahun dan unggulan yang diistilahkan dengan Generasi Emas Alqur’an (Gema) santri hanya membutuhkan waktu enam bulan untuk menghafal 30 juz.

Sejak program Gema ini dilaunching  sekitar dua bulan lalu,ada santri yang  berhasil menghafal 22 juz. Mereka  telah diwisuda bersama dengan 73 huffadz lainnya.

Sebelum mengikuti program Gema ini, para santri diseleksi ketat dari berbagai macam pertimbangan, kemampuan dan intlektualitas hingga kesehatan. Sehingga santri yang mengikuti program Gema ini merupakan santri pilihan.  Jika tidak mampu mencapai target yang telah ditetapkan karena sesuatu hal, maka konsekuensinya akan dibina ditingkat khusus atau umum. “Untuk tahap awal, pada tiga bulan pertama merupakan masa perbaikan bacaan (tafsihul qiro’ah) atau umum disebut tahsin dan juga perbaikan tajwidnya,” kata pendiri dan sekaligus Mudir Ponnpes Al-Madani TGH M Fauzan Zakaria Lc MSi.

Baca Juga :  Terapkan Tiga Metode, Target Khatam Tidak Ditentukan

Kemudian dalam tiga bulan kedua, barulah santri akan diberikan peluang untuk mengikuti seleksi guna menentukan apakah layak untuk masuk di program Gema, khusus ataukah di program umum.

Pada  program Gema ini, santri akan dapat menghafal 30 juz dalam waktu tiga sampai enam bulan. Dimana fase ini dikenal dengan istilah hatam sugro (kecil) atau hatam pemula. Kemudian fase kedua sekitar 2,5 bulan, ketiga dua bulan, keempat 1,5 bulan, kelima 1 bulan, keenam dua minggu dan ketujuh yang disebut hatam kubra (besar), dimana hafalan sudah betul-betul melekat atau cair. “Jangan salah paham, jika mengahafal Alqur’an para santri nantinya tidak akan memahami ilmu umum lainya. Akan tetapi kami mengembangkan sistem yang berangkat dari prinsip bahwa Alqur’an itu merupakan pintu gerbang utama untuk memasuki berbagai ilmu lainnya termasuk ilmu umum,” jelas alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ini.

Menurutnya, justru setelah menghafal Alqur’an akan semakin kuat dalam memahami ilmu pengetahuan seperti matematika, IPA, biologi, kimia, fisika, kedokteran, teknologi, politik, hukum dan sebagainya. “Semua ilmu yang menunjang mereka untuk memahami dan mengamalkan Alqur’an secara utuh dan kaffah itu dipelajari di Al-Madani. Sehingga kedepan produk Al-Madani siap untuk diberikan amanah untuk diposisi mana saja di negara ini karena paham dan memiliki  dasar Alqur’an dan paham ilmu yang dimiliki dalam disiplin yang dipelajari,” paparnya.

Baca Juga :  Terapkan Metode Klasik, Santri Lolos ke Turki

Tak heran bila kemudian ada tawaran dari Mabes TNI dan juga Polri agar Ponpes Al-Madani menyiapkan para  Hafidz untuk dikaryakan di TNI dan Polri. Melalui program seribu santri pada sepuluh tahun kedua, keberadaan ponpes ini diharapkan nantinya akan mampu mengisi pos-pos di pemerintahan yang hafal Alqur’an. Begitu juga akan melahirkan pengusaha, teknokrat, dokter, politisi yang semuanya hafal Alqur’an.

Dikatakan, tantangan zaman saat ini sangat berat. Keberadaan ponpes akan bisa memperbaiki moral anak bangsa sehingga dapat mengantisipasi  dan mencegah bobroknya ahlak generasi kedepan yang akan mewarisi kepemimpinan bangsa ini. ''Asumsi bahwa ponpes tidak memiliki masa depan adalah anggapan yagn sangat keliru. Bahkan kini banyak kita dengan para penghafal Alqur’an menjadi pimpinan perusahaan  dan itu semua merupakan lulusan ponpes,'' jelasnya.

Ponpes Al-Madani berdiri tahun 2006 lalu. Kini, santrinya sudah berjumlah lebih dari 300 orang dari berbagai kabupaten/kota di NTB. (*)

Komentar Anda