MATARAM–Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah Pusat mendapat sambutan positif dari insan peternakan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Akademisi Fakultas Peternakan Universitas Mataram (Unram), Prof. Yusuf Ahyar Sutaryono, menilai program ini sebagai peluang besar bagi peternak lokal, terutama dalam meningkatkan konsumsi daging dan telur.
“Dari segi peternakan, ini adalah peluang pasar bagi peternak kita, baik peternak unggas maupun peternak sapi, kambing, dan lainnya,” ujar Prof. Yusuf Ahyar Sutaryono kepada Radar Lombok, Kemarin.
Menurutnya, dengan adanya peningkatan permintaan protein hewani, peternak di NTB memiliki kesempatan untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Saat ini, pasokan daging dan telur di NTB dinilai sudah mencukupi dan siap memenuhi kebutuhan program MBG tanpa mengganggu suplai bagi masyarakat umum.
“Misalnya peternak unggas yang sebelumnya hanya memelihara 1.000 ekor, dengan adanya peningkatan permintaan dari program MBG, mereka pasti akan menambah kapasitasnya,” tambahnya.
Namun Guru Besar Unram itu menekankan bahwa keberhasilan program MBG ini sangat bergantung pada regulasi yang diterapkan oleh pemerintah. Ia mengingatkan agar tidak ada kebijakan yang membiarkan produk luar masuk secara bebas ke NTB, yang justru bisa merugikan peternak lokal.
“Pemerintah harus membuat regulasi yang mengaitkan program MBG dengan peningkatan produk peternakan lokal. Jangan sampai kebutuhan protein ini justru dipenuhi oleh produk luar yang masuk secara bebas,” tegasnya.
Saat ini, salah satu tantangan utama bagi peternak NTB adalah masuknya daging impor dalam jumlah besar, yang menyebabkan harga daging ayam lokal anjlok. Jika hal ini dibiarkan, program MBG tidak akan memberikan manfaat maksimal bagi peternak di daerah.
“Sekarang daging beku masuk dalam jumlah besar, harga daging ayam lokal jadi turun. Kalau peningkatan pasar ini justru dipenuhi oleh produk luar, apa gunanya bagi peternak lokal? Ini yang harus diawasi pemerintah,” katanya.
Ahyar juga meminta agar pemerintah memberikan kemudahan dalam akses modal bagi peternak. Ia mencontohkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang membayar 6 persen bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga peternak hanya perlu menanggung sisanya.
“Pemerintah harus mempermudah akses KUR, memberikan subsidi bunga, serta menjamin peternak yang membutuhkan modal. Kalau ada kendala agunan, bantu mereka,” katanya.
Program MBG diperkirakan akan meningkatkan permintaan terhadap telur dan daging ayam, yang berpotensi memicu inflasi di daerah. Namun, Ahyar menilai bahwa inflasi seharusnya tidak menjadi alasan untuk menghambat pertumbuhan pasar.
“Pemerintah harus bekerja keras untuk mengantisipasi inflasi, tetapi jangan melihatnya dari sisi negatif. Justru kalau tidak ada permintaan terhadap suatu produk, maka usaha tersebut akan merosot dan peternak yang akan rugi,” jelasnya.
Jika peternak bangkrut, maka yang akan menghadapi kesulitan adalah pemerintah sendiri. Oleh karena itu, kebijakan program MBG harus dikawal dengan regulasi yang berpihak kepada peternak lokal, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat.
“Atur telur atau ternak yang masuk dari luar, jangan dibebaskan. Sekarang kita banjir produk luar, ini yang harus dikendalikan,” pungkasnya. (rat)