Ajak Anak Muda, Libatkan Sekolah dan Dirikan Balai Tenun

EDUKASI : Aspuk menggelar seminar bagaimana mendorong dan memotivasi generasi muda mencintai tradisi menenun khususnya kain songket beberapa waktu lalu. Tujuan agar tradisi menenun bisa dilestarikan (Ahmad Yani/ Radar Lombok)

Tradisi menenun sudah berlangsung turun temurun. Tradisi itu kini terancam ditinggalkan. Langkah dan upaya dilakukan berbagai pihak agar tradisi itu bisa dipertahankan. Misalnya, dilakukan LSM perempuan Panca Karsa dengan Aspuk (Asosiasi Pendampingan Usaha Kecil).

 

 


AHMAD YANI — MATARAM


 

Aktivitas menenun khusus kain songket mayoritas dilakoni kaum perempuan. Selain menenun sudah turun temurun, menenun juga sudah menjadi mata pencaharian. Banyak keluarga yang menggantukan hidup pada aktivitas tersebut.

Menenun kain songket didominasi para orang tua. Meski, ada penenun berusia muda terutama anak gadis tapi jumlah bisa dihitung dengan jari.

Aktivitas menenun bagi anak muda dianggap tidak terlalu menarik, serta belum menjanjikan dari sisi  ekonomi.

Karena itu, LSM perempuan Panca Karsa dengan Aspuk terus mendorong dan memotivasi anak muda agar  tertarik dan menekuni  menenun kain songket itu. "  Ini tradisi harus dilestarikan dan dipertahankan, tidak semata – mata pertimbangan ekonomi saja,'' kata Zuhratun aktivis Aspuk belum lama ini.

Ia mengatakan, Aspuk sudah beberapa tahun terakhir melakukan pendampingan terhadap berbagai aktivitas kelompok penenun kain songket. Misalnya, pendampingan kelompok penenun Tenar di Desa Batu Jai, Lombok Tengah.  Pendampingan itu sebagai bentuk pemberdayaan bagi ekonomi kreatif yang  banyak dikelola kelompok perempuan sebagai penenun. Tujuan untuk mengangkat potensi ekonomi para penenun.

Dengan terangkat ekonomi penenun, maka diharapkan bisa menjadi motivasi dan spirit bagi remaja putri untuk bisa belajar dan mempertahankan tradisi menenun yang sudah berlangsung turun temurun tersebut. Dengan aktivitas menenun  bisa menjawab kebutuhan ekonomi dari yang bersangkutan.

Orang tua pun diharus sejak dini memperkenalkan dan melatih anak perempuan untuk bisa menenun. " Kita terus berusaha agar anak muda bisa mencintai aktivitas menenun ini," ucapnya.

Selain dengan pemberdayaan,Aspuk juga  membentuk balai tenun sebagai tempat anak – anak atau remaja misalnya di Desa Batujai dan atau berasal dari luar desa tersebut untuk bisa belajar dan menimba ilmu penenun.

Pihaknya pun ingin  generasi muda bisa mencintai dan melestarikan budaya menenun, yang mungkin sudah banyak ditinggalkan atau tidak diminati anak muda. Bahkan, pihaknya pun sudah bekerja sama dengan sejumlah sekolah di Lombok Tengah bisa memberikan sosialiasi terkait dibentuk balai tenun itu. Serta mendorong dan mengajak anak muda agar bisa memanfaatkan balai ini dan belajar menenun. Dengan aktivitas menenun itu pun diharapkan bisa menumbukan semangat jiwa kewirausahaan dikalangan anak muda.

Tak hanya disitu, Aspuk pun banyak memberikan pelatihan kepada kelompok penenun kain songket.

Misalnya, teknik mewarnai dari bahan alam dan lainnya, teknik pemasaran, teknik produksi hingga kepada standar operasional produksi (SOP).

Dengan pendampingan tersebut bisa meningkat taraf hidup, kesejahteraan dan mengangkat harkat martabat kelompok penenun mayoritas dari kalangan perempuan. " Aktivitas pendampingan ini banyak disupport dari CSR,"  jelasnya.

Ia menambahkan,  Aspuk berusaha memfasilitasi jaringan pemasaran kepada para penenun kain songket tersebut. Rahma Rahayu – menjadi salah satu penenun kain songket dampingan dari Aspuk.

Ia mengatakan,  pameran tenun kain songket hasil karyanya banyak difasilitasi dari Aspuk.Selain bisa berkreasi dan berkarya dengan aktivitas menenun yang dilakoni tersebut, Anita – pun panggilan akrabnya bisa meraih pundi – pundi rupiah.

Dari satu kain songket rata – rata Anita bisa memperoleh penghasil  berkisar Rp 200 ribu  hingga Rp 300  ribu. Harga kain songket cukup bervariasi mulai dari harga Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta.

Harga kain songket sangat tergantung dari tingkat kesulitan dan kerumitan, serta motifnya. Beragam motif yakni cangkir, Bima, salsa, bunga kabut dan lainnya. Adapun pembuatan satu kain tenun biasanya rata – rata 15 hari bahkan satu bulan.

Anita mengaku aktivitas menenun kain songket tersebut lebih banyak dilakoni diluar kegiatan sekolah.Sehingga aktivitas sekolah tidak terganggu. " Tetap kita upayakan pendidikan harus prioritas bagi penenun anak gadis ini," pungkas Zuhratun.(*)

Komentar Anda