Airlangga: Turbulensi Perekonomian Global Tak Surutkan Langkah Pemulihan Ekonomi Indonesia

Airlangga Hartarto

JAKARTA–Perekonomian global tengah dihadapkan pada turbulensi yang tidak hanya menghambat laju pemulihan, namun juga meningkatkan risiko stagflasi dan resesi global.

Terutama dari yang disebut sebagai The Perfect Storm (5C) yakni Covid-19, Conflict, Climate Change, Commodity Prices, dan Cost of Living.

Dalam sisi penanganan Covid-19, terkendalinya pandemi mendorong pemulihan ekonomi di berbagai negara, sehingga menyebabkan permintaan global meningkat cepat.

“Di Indonesia menerapkan langkah dan resep berbeda yaitu dalam penanganan pandemi Covid-19 tidak bisa bottom-up, tapi satu komando melalui KPC-PEN. Hasil yang telah dicapai misalnya suntikan vaksin yang sudah lebih dari 420 juta dosis, dan tidak banyak negara yang berhasil seperti ini. Hal ini menyebabkan imunitas kita mencapai 99%, khususnya di wilayah Jawa dan Bali,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Diskusi Ekonomi Berdikari bertema “Antisipasi Indonesia terhadap Potensi Krisis Global” yang diadakan Harian Kompas, Kamis (4/08).

Di sisi lain, pandemi Covid-19 dan Konflik Rusia-Ukraina turut memperparah disrupsi pasokan pangan dan energi. Ditambah kebijakan berbagai negara yang menerapkan pembatasan ekspor komoditas esensial serta kebijakan zero covid policy (lockdown) di Tiongkok.

Akibatnya tekanan inflasi semakin tinggi, mendorong berbagai negara merespon melalui pengetatan kebijakan moneter secara agresif, sehingga pembiayaan (cost of fund) semakin mahal. Kondisi tersebut meningkatkan risiko stagflasi dan resesi global.

Laporan IMF terbaru periode Juli 2022 kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan global tahun 2022 menjadi hanya sebesar 3,2% (yoy), atau menurun 0,4% dibandingkan laporan April 2022.

Di Amerika Serikat secara teknis telah mengalami resesi, karena pertumbuhan ekonominya berturut-turut terkontraksi pada Kuartal I sebesar 1,6% dan Kuartal II sebesar 0,9%. Sementera itu, ekonomi Tiongkok tumbuh rendah 0,4% (yoy) pada Kuartal II 2022 atau terkontraksi 4,4% dibanding kuartal sebelumnya.

Lebih lanjut, inflasi diproyeksikan mencapai 6,6% pada advanced economies dan 9,5% di emerging market dan developing economies, atau meningkat 0,9% dan 0,8% poin dibanding proyeksi IMF pada April 2022.

“Di tengah berbagai tantangan global yang masih berlangsung, indikator ekonomi Indonesia mengonfirmasi bahwa ekonomi diproyeksikan masih menguat dan peluang resesi indonesia sangat kecil jika dibanding negara lain. Kita juga telah melihat keberlanjutan perbaikan dalam pemulihan ekonomi Indonesia setelah pandemi,” tutur Menko Airlangga.

Baca Juga :  Pakar Kebijakan Publik Puji Menko Airlangga Berikan Usaha Mikro Insentif Rp 1,2 Juta

Prospek ekonomi ke depan juga diperkirakan semakin optimis, apalagi Indonesia punya bekal baik yakni pada Kuartal I 2022 mengalami pertumbuhan ekonomi 5,01%.

Pada sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen serta penjualan ritel terus tumbuh dan menjadi insentif bagi industri untuk meningkatkan produksi, hal ini tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang terus mencatatkan ekspansi selama 11 bulan beruntun sejak September 2021 dan pada Juli 2022 ini tercatat 51,3.

Di saat yang sama, di tengah kenaikan inflasi global, inflasi Indonesia per Juli 2022 sebesar 4,94% juga relatif terkendali.

Dari sisi eksternal, Indonesia memiliki ketahanan yang terjaga dengan baik dan semakin solid, didukung neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus selama 25 bulan berturut-turut.

Bahkan pada periode Januari-Juni 2022, surplus Indonesia telah mencapai US$24,8 miliar atau dua kali lipat dari surplus pada periode sama tahun lalu.

Dibandingkan dengan kondisi negara lain, prospek ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan masih menguat (ekspansi). Per Juni 2022, indikator utama yang memberikan sinyal awal titik balik siklus ekonomi masih berada di atas tren jangka panjang (>100).

egara lain yang indikatornya juga di atas 100 yakni India dan Tiongkok. Demikian pula dari survei Bloomberg terhadap para ekonom, probabilitas resesi Indonesia masih sangat kecil dibandingkan negara lain.

“Dengan berbagai prospek baik tersebut, Pemerintah tetap optimis bahwa di 2022 ekonomi Indonesia dapat tumbuh sebesar 5,2% (yoy). Pemulihan tersebut didorong oleh sinergi kesehatan dan kebijakan ekonomi yang mampu mendorong peningkatan konsumsi, investasi, dan ekspor,” ujar Menko Airlangga.

Menurut Menko Airlangga, meskipun risiko resesi Indonesia kecil, namun kita tetap perlu waspada dan antisipatif. Prosedur penanganan badai krisis perlu dipersiapkan, baik itu protokol penanganan krisis keuangan, energi, maupun pangan.

“Intinya kita harus siap dalam keadaan terburuk sekalipun. Potensi resesi kita hanya 3%, hanya satu negara di bawah kita potensinya adalah India, sedangkan yang lain lebih tinggi potensinya. Penanganan utang di Indonesia juga sudah menurun dalam tiga tahun terakhir, dan ini menunjukkan kredibilitas kita,” jelasnya.

Baca Juga :  Airlangga: Presidensi G20 Jadi Momentum Tingkatkan Sektor Pertanian Melalui Pertukaran Teknologi

Tindakan mitigasi perlu dilakukan melalui kombinasi kebijakan moneter yang terukur, fiskal, reformasi struktural dan disertai oleh komunikasi publik yang efisien dan efektif.

“Kebijakan proaktif dan antisipatif pasti ada “biayanya”, namun the cost of doing nothing akan jauh lebih besar. Diharapkan otoritas moneter akan mengambil tindakan yang cermat dan cerdas untuk memitigasi risiko inflasi dan ketidakstabilan,” ucap Menko Airlangga.

Respon fiskal yang kredibel melalui optimalisasi pendapatan, misalkan dari windfall profit komoditas, dan peningkatan efisiensi serta prioritisasi belanja negara.

Alokasi belanja diarahkan sebagai shock absorber bagi kelompok rentan sehingga belanja pemerintah lebih tepat sasaran. Namun, dikarenakan respon fiskal dan moneter juga terbatas, jadi perlu dibantu oleh kebijakan dari sisi suplai, peningkatan produktivitas, deregulasi dan debirokratisasi.

Efisiensi birokrasi dan deregulasi diharapkan akan tercapai dengan adanya UU Cipta Kerja, dilaksanakan juga keterbukaan berkompetisi, serta mendorong peran swasta yang lebih luas.

Dilanjutkan dengan peningkatan kualitas SDM dan pasar tenaga kerja yang lebih dinamis; kolaborasi perdagangan dengan negara sahabat untuk menambah sumber dan tujuan perdagangan; meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan stok pangan dan juga mengurangi food waste; diversifikasi sumber energi dan pangan baru dari produksi domestik.

Contohnya meningkatkan produksi biofuel; menggalakkan pembangunan industri hilir, seperti implementasi pembangunan industri baterai untuk kendaraan listrik (EV).

“Akhir kata, saya mengapresiasi terselenggaranya acara diskusi ini. Bagi Pemerintah, tema acara ini sangat relevan dan menjadi isu krusial dalam merumuskan berbagai langkah dan strategi kebijakan yang relevan untuk mengawal proses pemulihan ekonomi yang terus berlangsung,” pungkas Menko Airlangga.

Turut hadir dalam acara kali ini adalah Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah Kadin Indonesia, Founder CORE Indonesia, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dan Pemimpin Redaksi Harian Kompas. (*/gt)

Komentar Anda