Airlangga: Reformasi Struktural Jadi Momentum Pemulihan Ekonomi Indonesia

Airlangga Hartarto

JAKARTA—Krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19, menjadi momentum penting untuk melakukan reformasi struktural di Indonesia. Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan tekad Pemerintah dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip pembangunan inklusif berkelanjutan, serta menggunakan krisis sebagai momentum untuk melakukan reformasi struktural secara komprehensif.

Pernyataan ini disampaikan Airlangga, saat menghadiri APEC Structural Reform Ministerial Meeting (SRMM), atau Pertemuan Tingkat Menteri Reformasi Struktural APEC ke-3 yang digelar secara virtual pada Rabu (16/6) di Jakarta.

Pertemuan yang dipimpin oleh Hon. David Clark, Minister of Commerce and Consumer Affairs New Zealand ini, juga dihadiri oleh perwakilan dari 21 negara anggota APEC.

Menko Airlangga menerangkan, forum bertujuan untuk melakukan review Agenda Reformasi Struktural APEC tahun 2015-2020, dan mendukung Agenda 5 tahun ke depan.

“Dalam pertemuan ini, saya beserta para Menteri APEC lainnya telah menyepakati untuk bekerja sama dalam Agenda Reformasi Struktural baru yang mendukung pemulihan ekonomi paska pandemi, dan mendorong reformasi yang berfokus pada pertumbuhan inklusif, kuat, berkelanjutan, dan ramah inovasi,” kata Airlangga.

Agenda reformasi Struktural APEC sambungnya, meliputi upaya-upaya peningkatan efisiensi birokrasi, kemudahan berusaha, peningkatan kepastian hukum, peningkatan kualitas regulasi, dan hal-hal terkait lainnya yang diidentifikasi sebagai hambatan-hambatan struktural yang selama ini menjadi salah satu faktor utama high-cost economy, serta berimplikasi pada rendahnya daya saing satu ekonomi dalam perdagangan dan investasi.

Baca Juga :  Airlangga: Teknologi dan Inovasi Keuangan Jalan Menuju Green Economy

Pemerintah Indonesia berkomitmen mendukung 4 (empat) pilar Reformasi Struktural 5 tahun ke depan (2021-2025) yaitu: (i) Creating an enabling environment for open, transparent, and competitive markets; (ii) Boosting business recovery and resilience against future shocks; (iii) Ensuring that all groups in society have equal access to opportunities for more inclusive, sustainable growth, and greater well‐being; dan (iv) Harnessing innovation, new technology, and skills development to boost productivity and digitalization.

“Pandemi Covid-19 merupakan momentum untuk melakukan reformasi struktural yang menyeluruh bagi perekonomian Indonesia, yang diwujudkan melalui roadmap pembangunan ekonomi yang lebih hijau, lebih cerdas, lebih produktif, dan berkeadilan. Pertumbuhan berkelanjutan merupakan kunci dalam pemulihan ekonomi paska pandemi Covid-19 dan pertumbuhan inklusif berkelanjutan dapat dicapai melalui program-program green economy,” ujar Menko Airlangga, seperti dikutip dari laman ekon.go.id.

Indonesia sendiri lanjut Airlangga, memprioritaskan pembangunan ekonomi ramah lingkungan seperti hydro power, panel surya, geothermal dan biodiesel 30 persen (B30).

Lebih lanjut disampaikan, bahwa program vaksinasi yang sudah dilaksanakan sampai saat ini mencapai 32.8 juta dosis. Dimana hal ini merupakan game changer dalam penurunan kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca Juga :  Menko Airlangga Lakukan Penanaman Perdana Program Peremajaan Sawit Rakyat di Muara Enim

Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas sebesar 30% pada tahun 2030 dengan memprioritaskan pembangunan rendah karbon sebagai intisari rencana pembangunan nasional.

Pemerintah juga mendorong peningkatan keterampilan pekerja melalui program Kartu Prakerja berupa skillingup-skilling dan re-skilling yang menjadi bagian utama untuk meningkatkan kesejahteraan bagi para angkatan kerja yang perlu mencari kerja.

“Pemerintah menerapkan prinsip ekonomi sirkular sebagai bagian dari ekonomi berkelanjutan dengan berkomitmen mengurangi sampah rumah tangga sebesar 30% dan sampah plastik di laut sebesar 70% di tahun 2025,” ujar Menko Airlangga.

Sektor industri telah menerapkan konsep ekonomi sirkular dengan mengesahkan Green Industry Standardization yang berstandar internasional. Dunia usaha merespon baik kebijakan ini dengan membentuk Packaging Recovery Organization (PRO) yang bertujuan mempercepat implementasi ekonomi sirkular, dengan beberapa kegiatan seperti pengumpulan sampah dan daur ulang.

Dalam pertemuan tersebut, Menko Perekonomian bersama para Menteri/Ketua Delegasi APEC lainnya mendukung 3 (tiga) dokumen yaitu: (1) Ministerial Statement, 3rd Structural Reform Ministerial Meeting; (2) Summary of Enhanced APEC Agenda for Structural Reform (EAASR); dan (3) Third APEC Ease of Doing Business (EoDB) Action Plan. (*/gt)

Komentar Anda