Sumirah alias Amaq Isah pantang menyerah mengupayakan air bisa mengalir dari Gunung Sakra di kaki Gunung Rinjani untuk keperluan warga. Kakinya pernah patah tertindih batu saat membuka jalur yang akan dilewati namun tekadnya sedikitpun tidak kendor.
Jalaludin–Lombok Timur
“Perjuangan saya belum selesai sehingga harus saya lanjutkan dan saya tidak boleh sakit,” begitu kata Sumirah tatkala ia terkena musibah tertindih batu besar saat membersihkan lokasi yang akan dilalui jaringan pipa air yang akan dialirkan ke pemukiman warga. Batu besar itu tergelincir dari tebing dan menimpa kaki Sumirah. Dia baru bisa dievakuasi setelah batu itu dipindahkan oleh empat warga.
Kondisinya seperti itu sempat membuat Sumirah khawatir perjuangannya akan gagal. Tapi tekad kuatnya terus menggelora dan yakin bahwa akan berhasil hingga memotivasinya untuk segera sembuh. Tak disangka orang-orang berdatangan untuk membantu dan membawanya pergi berobat. Dia tidak mengeluarkan biaya sepeserpun.
Dengan semangat dan motivasi berjuang itu pulalah yang kemudian membuatkan bisa berjalan meski masih menggunakan tongkat setelah dua hari diobati. “Padahal waktu itu tidak ada orang yang yakin bila saya akan sembuh dan diperkirakan akan lumpuh total karena tulang saya remuk dan tak berbentuk. Bahkan saat batu diangkat kaki saya gepeng karena tulang menyatu dengan daging, wajar bila tidak ada yang yakin saya bisa sembuh,” jelasnya.
Kesembuhannya ini dianggap suatu rahmat dan keajaiban. Ia kemudian melanjutkan perjuangannya untuk mengusahakan pengadaan dan pemasangan pipa air dari atas Gunung Sakra ke bawah menuju lahan hutan kemasyarakatan (HKm) Lembah Sempager yang dikelola oleh 360 kepala keluarga warga Gunung Malang. Air ini juga dihajatkan untuk ratusan kepala keluarga warga Gubuk Baru dan Permatan serta Empat Are Desa Gunung Malang Kecamatan Pringgabaya.
Dua tahun lebih, pipa yang tersambung telah mencapai sekitar 6,5 km dan telah mencapai lahan HKm. Namun untuk bisa mencapai pemukiman warga,jaraknya masih sekitar 2 km lebih ke Gubuk Baru dan sekitar 1 km pada jaringan kedua baru mencapai Empat Are.
Saat air kini telah mengalir dan hampir mencapai perkampungan, banyak warga yang datang menawarkan sejumlah uang untuk mengalirkan air tersebut ke lahan mereka. “Ada yang datang membawa uang Rp 30 juta untuk bisa mendapatkan aliran air untuk usaha proses penambangan dan perusahaan peternakan ayam dan warga yang ingin segera mendapatkan air ini,” jelasnya. Sumirah tidak tergiur iming-iming uang itu. Air yang dialirkan dari kaki Gunung Rinjani itu
dihajatkan bagi masyarakat banyak dan bukan perorangan sehingga hal itu ditolak. Sumirah sendiri sangat membutuhkan uang tersebut untuk membeli tambahan pipa dan mengganti pipa yang dari hulu sehingga aliran air akan lebih besar. “Di atas sana air sangat besar bahkan jika kita pasang empat pipa ukuran empat inci tidak akan habis. Itu baru di satu mata air, belum lagi di beberapa mata air lainnya yang juga cukup besar,” jelasnya. Air yang dihasilkan oleh beberapa sumber tersebut dikatakan hanya mengalir beberapa ratus meter ke hilir dan kemudian lenyap mengalir di dalam perut bumi.
Sumirah berharap pemerintah dapat membantu pipa ukuran 4 dan 2 inci guna mengganti pipa 1 inci yang sudah terpasang. Dijelaskan bila hal ini terwujud maka lahan HKm sebagai prioritas yang tadinya gersang dan kini tanpa satupun pepohonan diharapkan akan kembali hijau lantaran cukup air untuk menanam dan merawat pohon.
“Lokasi ini kelak sekaligus sebagai pilot project bagi program penghijauan kembali lahan gersang ini untuk kita sulap dengan konsep wisata alam,” jelasnya.
Ketua Lembaga Alam Nusantara Syaiful mengaku sangat simpati atas perjuangan yang dilakukan Sumirah alias Amaq Isah. “Aliran air ke bawah dari atas Gunung Sakra merupakan perwujudan obsesi Pak Sumirah. Dulu orang-orang beranggapan daerah ini adalah daerah tandus yang tidak mungkin ada air,” kata pria yang akrab disapa Efol Gawah ini.
Efol berharap stakholder terkait dapat membantu mewujudkan impian mulia Sumirah tersebut sehingga hutan HKm khususnya yang digarap Kelompok Tani Lembah Sempager kelak kembali hijau dan berhasil mengangkat kesejahteraan masyarakat penggarap dan sekitarnya.(*)