AICIS XXI Tahun 2022 Citra Masyarakat Madani

Oleh : Dr Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I. (Sekretaris Prodi S2 HKI Pascasarjana UIN Mataram)

KEMENTERIAN AGAMA RI saat ini tengah mempersiapkan event besar level internasional, yakni The 21Th Annual International Conference On Islamic Studies (AICIS XXI) tahun 2022 yang akan diselenggarakan pada tanggal 18 – 20 Oktober 2022 di Lombok pulau seribu masjid dan pada tanggal 1 – 4 Nopember 2022 di Bali Pulau Seribu Pura.

Ini berarti UIN Mataram menjadi tuan rumah penyelenggaraan AICIS XXI dengan melibatkan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri luar Islam, yaitu Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Mengapa UIN Mataram terpilih menjadi tuan rumah penyelenggara pertemuan penting para pakar, ilmuan, akademisi, pengkaji, pemikir dari seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam dari belahan dunia?.

Menurut Suyitno dilansir situs : aicis.id, bahwa Lombok menjadi tuan rumah AICIS XXI, karena sebagai perwujudan inklusivisme yang relevan dengan isu dunia hari ini. Inklusif adalah sikap berfikir terbuka dan menghargai perbedaan, baik perbedaan tersebut dalam bentuk pendapat, pemikiran, etnis, tradisi-berbudaya hingga perbedaan agama.

Sebagaimana masyarakat Lombok yang mayoritas Muslim secara geografis posisinya berada di tengah-tengah antara Provinsi Bali yang mayoritas Hindu dengan Provinsi NTT yang mayoritas Kristen. Walaupun berada di tengah heterogenitas, perbedaan atau keberagaman sosial agama yang masing-masing provinsi miliki, namun terbuki telah mampu hidup berdampingan secara harmonis.

Sikap inklusivisme masayarakat inilah yang telah mampu mengatasi berbagai perbedaan yang ada, sehingga tidak terjadi tindakan kekerasan, intoleran ataupun konflik. Realitas ini melahirkan kesadaran pluralisme. Pesan pluralisme kemudian merekomendasikan sikap toleransi dengan menjadikan perbedaan sebagai potensi untuk bekerja sama dan berdialog untuk menghasilkan kesatuan dalam perbedaan (ummatun wāhidah), tumbuh rasa perikemanusiaan (humanism) dan memberikan perhatian, serta ruang bagi kelompok minoritas dalam mempertahankan identitas sosialnya (multikulturalism).

Potret Lombok-NTB, Bali dan NTT hanya gambaran kecil saja, bagaimana merawat kemajmukan. Apalagi Indonesia yang lingkupnya lebih besar dengan kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas tentunya sangat membutuhkan kondisi masyarakat yang inklusivisme, pluralisme, multikulturalisme dan humanisme. Indonesia terdiri dari 17.504 pulau. Sekitar 11 ribu pulau dihuni oleh penduduk dengan 359 suku dan 726 bahasa. Memiliki enam agama, masing-masing agama tersebut terdiri dari berbagai aliran dalam bentuk organisasi sosial kemasyarakatan. Ratusan aliran kepercayaan hidup dan berkembang di Indonesia.

Apabila kemajmukan di Indonesia dapat dikelola secara baik, maka kemajmukan menjadi modal sosial yang amat berharga bagi pembangunan bangsa Indonesia. Sebaliknya, jika tidak dapat dikelola secara baik, maka kemajemukan berpotensi menimbulkan konflik dan gesekan-gesekan sosial keagamaan. Sebagaimana yang terjadi di beberpa negara di timur tengah, atau baru-baru ini di Eropa hingga terjadinya perperangan yang tidak berkesudahan. Padahal, dibandingkan dengan Indonesia negara-negara yang sedang berkonflik tersebut tidak sekompleks dan seheterogen Indonesia.

Baca Juga :  Pertamina Mandalika International Street Circuit

Kendati demikian, Indonesia sendiri punya sejarah kelam konflik antar agama, seperti yang terjadi di Ambon, Maluku, Kalaimantan (Sambas) Barat dan Timur (Sampit) telah banyak merenggut korban jiwa yang sangat besar dan hancurnya ratusan tempat ibadah, baik geraja maupun masjid. Padahal tujuan beragama adalah mengendalikan diri, bukan mengendalikan orang lain. Oleh sebab itu, sikap inklusivis, pluralis, multikulturalis, humanis haruslah dimiliki oleh masyarkat Indonesia, agar keragaman terawat dengan baik (khaira ummah).  Dan sikap-sikap menjadai khaira ummah tersebut merupakan fitrah yang telah dititipkan Tuhan kepada setiap manusia, agar membangun keadilan, keseimbangan (washatiyah) keamanan, kenyamanan, kesetaraan, persamaan, kerukunan, keharmonisan, dan berkeberadaban.

Terciptanya masyarakat Indonesia yang beradab inilah menjadi motivasi lahirnya masyarakat madani, masyarakat yang dicirikan oleh oleh Azyumari Azra dengan masyarakat yang demokratis (syūra), moderat (washatiyah), toleran (tasāmuh), pluralis (insāniyah), keadilan sosial (i’tidal wa ishlah) dan multicultural (‘urf). Hal ini memiliki kesesuain dengan semangat AICIS XXI Tahun 2022 yang mengangkat tema ‘FUTURE RELIGION IN G-20: Digital Transformation, Knowledge management, and Social Resilience’.  Tema yang menggambarkan citra masyarakat madani dalam visi masa depan Indonesia. Menjadi pilihan yang sangat tepat didalam rangka pengisian lebih lanjut dari kemerdekaan Indonesia, yaitu membentuk masyarakat madani dalam rangka ketahanan sosial (social resilience).

Term masyarakat madani lebih dari pada sekedar sebutan Inggrisnya civil society. Sebab yang pertama kali membentuk masyarakat madani tidak lebih adalah Rasulullah SAW, ketika beliau berhijrah dari tanah kelahirannya Makkah ke Yasrib yang oleh orang Yunani mengenalnya sebagai Yasrufah, kemudian Rasulullah merubah nama kota Yasrib menjadi Madinah. Madinah adalah suatu istilah dalam bahasa Arab yang sekarang umumnya orang artikan sebagai kota. Tetapi kalau ditelusuri dari segi kebahasaan “Madinah” berakar dari kata ‘Tammaddun’ yang berarti peradaban atau kebudayaan yang tinggi.

Tamaddun dengan derivasi lainnyaal-hadharah, ats-tsaqofahatau ‘umran teminologi yang dipopulerkan Ibn Khaldun, memiliki arti yang sama, yaitu peradaban, kemajuan, kejayaan, culture atau civilization.

Terverivikasinya AICIS XXI Tahun 2022 sebagai citra masyarakat madani semakin diperkuat dengan momentum ditunjuknya Indonesia sebagai Presidensi G20 (kelompok dua puluh atau group of twenty). G20 sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Sehingga Indonesia bisa menyiapkan kebijakan ekonomi yang tepat dan terbaik.

Baca Juga :  Apa itu Inner Child : Cara Mengenali dan Memahami Bagian Diri Lebih Dalam dengan Melihat Masa Lalu

Sebagai masyarakat madani, Islam menekankan pentingnya pembangunan ekonomi, karena tanpa adanya sistem ekonomi yang kuat tidak banyak dapat diperbuat atau tidak ada yang bisa diwujudkan, bahkan dapat menjadi alasan Islam direndahkan. Karena berdasarkan analisis Ahmad Haffar tentang perspektif Barat mengenai pembangunan ekonomi di dalam Islam, berkesimpulan bahwa hampir semua sarjana Barat memandang Islam sebagai penghambat pembangunan ekonomi. Ditambahkan S.D. Goitein mengatakan bahwa kemunduran dunia Muslim terjadi karena pandangan yang merendahkan kehidupan bernegara. Selain itu, Muslim lemah dalam perdagangan dunia dan pembangunan ekonomi, terutama disebabkan oleh “fatalisme dan mistisme Islam yang meredam inisiatif pribadi, berusaha dan mengambil resiko, dan penghambat bagi pembangunan ekonomi”.

Melihat skenario ini, maka motivasi masyarakat madani di Indonesia harus melakukan laju pertumbuhan ekonomi, mengurangi secara substansial ketidakseimbangan ekonomi makro dan kesenjangan ekonomi dan harus memiliki suatu strategi pembangunan yang akan membantu mereka mempercepat pertumbuhan dengan keadilan dan mengurangi ketidakstabilan yang dirumuskan berdasarkan maqâshidsyarī’ah. Hal ini sejalan dengan tema G20 yang diangkat oleh Indonesia, “Recover Together, Recover Stronger“. Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, membahas perihal kehidupan beragama yang masih menjadi bagian dari problem di dunia, menyelesaikan berbagai kemelut yang melanda dunia, mengatasi masalah kemanusiaan dan peradaban global, saling mendukung untuk pulih bersama dan inklusif serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Maka pelaksananan AICIS XXI tahun 2022 yang bergandengan dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2022yang bakal digelar di daerah dan bulan yang sama selain menambah keistimewaan PTKIN juga menjadi momentum yang sangat berharga untuk mengorkestrasi seluruh potensi bangsa untuk mewujudkan Indonesia sebagai bandar dunia madani. (*)

Komentar Anda