MATARAM — Sidang dugaan pelecehan seksual dengan terdakwa I Wayan Agus Suartama alias Agus, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (23/1).
Sidang kedua tersebut, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Dimana jaksa penuntut umum (JPU) mendatangkan lima orang untuk bersaksi. Satu diantaranya adalah korban yang melaporkan Agus ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, beberapa waktu lalu.
Namun dalam persidangan yang berlangsung hingga sekitar pukul 17.00 Wita, hanya tiga orang yang memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim. “Iya, hari ini (Kamis, 23/1) tiga saksi yang memberikan kesaksian. Sisanya dua orang pada persidangan selanjutnya,” terang Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera kepada Radar Lombok, kemarin.
Sidang dimulai dari sekitar pukul 10.00 Wita. Selama proses persidangan itu, terdakwa Agus dan saksi tidak dipertemukan dalam satu ruangan. Agus mengikuti sidang melalui zoom dari ruangan lainnya, sedangkan saksi tetap berada di dalam ruang sidang.
“Agus menggunakan zoom, korban di ruang sidang. Tidak dipertemukan. Korban tidak nyaman apabila memberikan kesaksian dihadapan Agus langsung. Memang itu boleh,” kata penasihat hukum Agus, Ainuddin.
Saksi yang pertama kali memberikan kesaksian ialah saksi berinisial MA, pelapor dalam kasus pelecehan seksual tersebut. Sejumlah keterangan korban di hadapan majelis hakim dibantah Agus. “Ada yang disangkal. Tidak semua, hanya sebagian” sebutnya.
Keterangan saksi apa yang disangkal Agus, enggan dibeberkan Ainuddin. Mengingat perkara tersebut berkaitan dengan kesusilaan. Yang jelas, lanjutnya, penyangkalan yang dilakukan kliennya tersebut akan dimasukkan dalam pledoi (nota pembelaan) pada jadwal sidang nantinya.
“Penyangkalan itu tentunya kami akan masukkan dalam pledoi. Tentu kami punya pendapat yang berbeda. Hakim punya pendapat yang berbeda, pengacara juga punya pendapat yang berbeda, demikian juga JPU (jaksa penuntut umum). Nanti kami masukkan dalam pledoi. Ini (perkara) adalah asusila, jadi tidak bisa kami sampaikan,” ucap dia.
Penasihat hukum Agus lainnya, Donny A. Sheyoputra mengatakan, sekitar 7 poin kesaksian MA yang disangkal Agus. “Kurang lebih ada enam atau tujuh poin (kesaksian yang disangkal Agus), dari jumlah pertanyaan yang cukup banyak,” ujar Donny.
Dalam kesaksian MA, menyampaikan kronologis kejadian pada tanggal 7 Oktober 2024 lalu. Tanggal itu merupakan tanggal pertama kali saksi MA bertemu dengan terdakwa, hingga terjadinya dugaan pelecehan.
“Ada banyak, karena dia (saksi) menyampaikan kronologis pada tanggal 7 Oktober 2024. Mulai dari jam berapa pertama kali bertemu terdakwa itu. Tapi tidak bisa kita buka ya, karena kesusilaan,” timpalnya.
Yang jelas katanya, poin yang disangkal kliennya itu seperti pada saat interaksi dan berkomunikasi dengan terdakwa. Menurut kliennya, tidak pernah mengatakan seperti apa yang disampaikan terdakwa.
“Misalnya interaksi dan komunikasi yang menurut terdakwa, saya (Agus) merasa tidak mengatakan demikian. Kemudian saksi korban mengatakan sepeti ini. Hal berkaitan dengan kesusilaan juga ada beda versi, itu kita tidak bisa sampaikan karena itu menjadi kerahasiaan,” katanya.
Sidang sempat diskors atau diberhentikan sementara pukul 12.00 Wita untuk istrahat, makan dan solat.
Tidak lama, sidang kembali dilanjutkan. Dua orang saksi kembali dihadirkan untuk memberikan kesaksian secara bergantian.
“Kita mendengarkan (kesaksian) yang pertama tadi itu adalah korban yang melaporkan. Kemudian yang mengakui selaku korban juga, itu yang kedua. Dan kemudian ketiga, yang juga mengakui selaku korban,” tutur Ainuddin.
Keterangan saksi kedua dan ketiga yang menyebut dirinya pernah mengalami pelecehan dari Agus, mendapat bantahan. Dihadapan majelis hakim, terdakwa menyatakan kesaksian dua orang saksi itu tidak benar semua.
“Majelis hakim menanyakan keterangan yang disampaikan dua orang saksi itu. (Agus menjawab) Itu semuanya tidak benar,” katanya.
Bahkan terdakwa menyebut tidak pernah sama sekali mengenal dua orang saksi tersebut. Terdakwa juga mengklaim diri tidak pernah bertemu dengan saksi tersebut.
“Memang dia (Agus) tidak kenal. Tidak ketemu. Sehingga tidak perlu lagi ditanyakan, apakah keterangannya benar atau tidak. Dia (Agus dan saksi kedua dan ketiga) nggak pernah ketemu. Sudah, selesai,” jelasnya.
Dengan mengklaim diri tidak pernah bertemu dengan saksi itu, menjadi alasan Agus membantah seluruh kesaksian saksi.
“Merasa sama sekali tidak pernah ketemu, sehingga seluruh kesaksiannya dibantah,” tegasnya.
Terpisah, Humas PN Mataram Lalu Moh Dandi Iramaya tidak menampik terdakwa dan saksi tidak dipertemukan dalam persidangan yang berlangsung itu. Hal itu lantaran saksi merasa tertekan dan masih trauma dengan Agus.
“Dari tiga saksi tersebut, saksi pada pokoknya merasa tertekan. Jadi atas alasan ketidaknyamanan dari saksi, kemudian majelis hakim memeriksa saksi terpisah dari terdakwa,” katanya.
Kendati mengikuti sidang dari ruangan yang berbeda, masing-masing dari saksi dan terdakwa tetap diberikan haknya. “Tetap didampingi oleh penasihat hukum dan penuntut umum. Jadi hak-hak terdakwa tetap diberikan, dan saksi sendiri diperiksa tanpa kehadiran terdakwa di ruangan yang sama,” ucap dia.
Saat memberikan kesaksian, ketiga saksi mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Jadi, hak dari saksi ini didampingi. Untuk pendamping dari saksi ialah LPSK,” ucap dia.
Sementara pada Kamis (16/1) lalu, saat pembacaan dakwaan dari penuntut umum, terdakwa melalui penasihat hukumnya mengajukan permohonan pengalihan tahanan, dari tahanan Rutan menjadi tahanan rumah.
Namun hakim yang menyidangkan perkara tersebut, belum mengabulkan permintaan Agus. “Majelis hakim masih menahan saudara IWAS (Agus), dengan pertimbangan salah satunya kelancaran sidang. Jadi yang bersangkutan masih ditahan,” tegasnya.
Selain itu, hakim juga menilai bahwa fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan, Lobar, tempat terdakwa ditahan sudah memadai. Hal itu berdasarkan informasi yang didapatkan dari Dinas Sosial dan Komisi Disabilitas Daerah (KDD). “Informasi yang dapatkan oleh majelis hakim, bahwa fasilitas di Rutan sudah cukup (memadai) bagi yang bersangkutan (terdakwa),” ujarnya.
Artinya, bahwa saudara Agus sebagai terdakwa telah mendapatkan fasilitas yang layak di Rutan. “Mengenai alasan ketidaknyamanan (terdakwa), merupakan alasan subjektif yang bersangkutan (terdakwa),” tutupnya. (sid)