Agus Buntung Diduga Buka Pakaian Korban dengan Kaki

Kombes Pol Syarif Hidayat (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM-I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung, saat ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, khusunya di NTB setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.
Banyak yang tidak percaya Agus melakukan tindak pidana asusila dengan kondisi disabilitasnya, tanpa kedua tangan.

Kendati penyandang disabilitas, Direktur Ditreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, bukan menjadi hambatan bagi tersangka untuk pelecehan seksual secara fisik terhadap korban.
“Berdasarkan fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan, bahwa tersangka merupakan penyandang disabilitas namun tersangka tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual secara fisik terhadap korban,” ujar Syarif, Minggu (1/12).

Dalam menjalankan aksinya, Syarif menyebut tersangka membuka pakaian korban menggunakan jari kakinya. Termasuk dalam beraktivitas sehari-hari, Agus mengandalkan kedua kakinya.

“Tersangka melakukan persetubuhan terhadap korban dengan menggunakan kekuatan kedua kakinya, seperti membuka celana legging dan celana dalam korban dengan menggunakan jari kakinya. Dan membuka kedua kaki korban dengan menggunakan kedua kaki. Begitu juga dalam melakukan kegiatan sehari-hari menggunakan kedua kakinya seperti menutup pintu, makan, tanda tangan serta menggunakan sepeda motor khusus,” terangnya.

Penyidik memeriksa sejumlah saksi setelah kasus dugaan pelecehan seksual fisik itu dilaporkan korban. Termasuk memeriksa ahli. Korban melaporkan kasus ini 7 Oktober lalu. Polisi melakukan penyelidikan dan menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.

Pada tahap penyidikan sedikitnya ada lima saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik. Antara lain korban, dua teman korban, seorang perempuan yang hampir mengalami peristiwa pidana yang dilakukan tersangka, dan penjaga homestay tempat tersangka melakukan aksi. “Keterangan saksi itu mendukung hasil laporan korban,” katanya.

Polisi juga memeriksa saksi ahli dalam kasus ini. Yaitu saksi dari Rumah Sakit Bhayangkara mengenai hasil visum korban dan ahli psikologi. Hasil pemeriksaan anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap korban, ahli menerangkan telah ditemukan adanya dua luka lecet pada alat kelamin korban yang disebabkan oleh benda tumpul. “Bisa diakibatkan oleh kelamin ataupun yang lainnya. Namun tidak ditemukan adanya luka robek lama dan baru di selaput dara,” ungkapnya.

Baca Juga :  Jafar dan Jambul Akhirnya Ditangkap

Sementara pemeriksaan ahli psikologi, ahli memeriksa psikologi korban dan pelaku. Untuk hasil analisa psikologi korban ada empat poin. Pertama, IQ korban di atas rata-rata dan mempunyai prestasi berbeda dari kebanyakan korban kekerasan seksual. “Korban pernah terpapar seksual dari mantan pacarnya sehingga berpotensi untuk menjadi korban kekerasan seksual,” katanya.

Kedua, emosional korban yang dominan ketakutan dan dibangun ketakutan oleh tersangka. Sehingga korban menuruti kemauan dan permintaan pelaku.
Ketiga, korban mengalami shock atau ketakutan yang timbul, yang mengira adanya kerja sama antara pelaku dengan penjaga homestay.

Sehingga (korban) terpaksa menuruti kemauan pelaku. Poin terakhir, terjadinya pengondisian oleh tersangka sehingga korban tidak kuasa menolak karena dominan timbul dari ketakutan.
Sedangkan hasil analisa psikologi tersangka, ada delapan poin. Pertama, tersangka memiliki kecenderungan membaca situasi dan mengatur ulang strategi sehingga tergolong lihai, mahir dan sudah terbiasa.

“Kedua, inkonsistensi ucapan pelaku,” kata Syarif dalam keterangan tertulisnya.
Ketiga, aspek emosional tersangka terpengaruh dari sosial influence (judi, miras) termasuk bully yang dialami sejak usia 4 tahun. Sehingga kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi. “Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual,” isi poin keempat analisa psikologi tersangka.
Kelima, tersangka memiliki persistensi (kemampuan mental untuk tetap bertahan dan berupaya dalam menghadapi tantangan atau kesulitan) atau sosok tanggung yang siap menghadapi kondisi apapun.
“Dalam nilai positif terduga pelaku bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Sedangkan nilai negatifnya berupa tindakan yang dilakukan terhadap korban,” ucap dia.

Keenam, tidak ditemukannya hambatan seksual pada tersangka. Poin ketujuh, tersangka dapat melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan dengan kondisi fisik normal dan perempuan yang mudah dijadikan sasaran. Yaitu perempuan kondisi yang lemah secara kognitif, emosi dan kepribadian perempuan yang memiliki riwayat paparan atau terpapar seksual sebelumnya.

Baca Juga :  DPO Begal Wisatawan Asing Ditangkap

“Tersangka memiliki riwayat dan penerimaan perilaku sebelumnya dan juga memiliki beberapa potensi memudahkan terjadinya pemerkosaan,” poin kedelapan atau terakhir analisa psikologi tersangka.
Selain keterangan saksi-saksi, penetapan Agus sebagai tersangka juga berdasarkan sejumlah alat bukti. Antara lain, jilbab warna ungu, baju hem lengan panjang warna ungu, rok warna hitam, baju dalam warna ungu, bra warna pink. “Celana dalam, uang Rp 50 ribu dan sprei warna merah motif bunga,” katanya.

Berdasarkan bukti-bukti itu, Agus ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 6 C UU No 12 tahun 2022 tentang TPKS (tindak pidana kekerasan seksual).

Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati sebelumnya mengatakan, dalam pasal 6 UU TPKS tidak hanya berbicara menuntut unsur paksaan dan kekerasan. Melainkan juga berkaitan dengan unsur tindakan yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan. “Sekali lagi, UU TPKS itu tidak murni menyarankan adanya unsur paksaan,” ujar Pujawati belum lama ini.

Sebelum aksi pemerkosaan itu terjadi, pelaku bertemu dengan korban di Teras Udayana. Korban dan pelaku ini tidak saling kenal. Pertemuan di Teras Udayana itu, merupakan pertemuan yang pertama kalinya antara korban dan pelaku. Korban melakukan aksinya dengan adanya unsur paksaan.
“(Kejadian dugaan pemerkosaan) di salah satu homestay. Bukan (Teras Udayana), tapi dia (korban) digerakkan untuk menuju suatu lokasi (penginapan). Satu rangkaian,” sebutnya.

Menyoal apakah pelaku melakukan aksi dengan cara menghipnotis korban, Pujawati tidak bisa memastikan. “Saya tidak bisa mengatakan hipnotis. Karena memang fakta yang kita dapatkan juga dikuatkan dengan alat bukti yang lain,” katanya.

Pujawati memastikan Agus ditetapkan sebagai tersangka setelah mendapatkan keterangan sejumlah saksi-saksi, dan memeriksa ahli psikologi dari Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi). “Itu yang menyebabkan kita meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” tegasnya. (sid)