
SELONG — Sejumlah warga Dusun Sundak Desa Rarang Kecamatan Terara mempertanyakan dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2024. Mereka menduga ada oknum kepala dusun (Kadus) yang menarik biaya pembuatan sertifikat melebihi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.
Syamsudin, salah seorang perwakilan warga RT Kulan, mengungkapkan bahwa berdasarkan aturan, biaya pembuatan sertifikat program PTSL adalah Rp 350 ribu per sertifikat. Namun, beberapa warga diminta membayar antara Rp 400 ribu hingga Rp 1 juta.“ Hari ini kami datang ke kantor desa untuk meminta klarifikasi. Apakah boleh menarik biaya lebih dari yang sudah ditentukan?” ungkap Syamsudin.
Menurutnya, Kadus Sundak sebelumnya mengumumkan adanya pungutan melalui pengeras suara masjid, tanpa musyawarah langsung dengan warga. Biaya tambahan pun baru diketahui saat proses pembuatan sertifikat berlangsung.” Misalnya untuk pembuatan surat ahli waris, semua dikenakan Rp 100 ribu. Rata-rata kami diminta membayar Rp 400 ribu, padahal seharusnya biaya materai dan administrasi sudah ditanggung desa,” tambahnya.
Lebih lanjut, warga menilai penarikan biaya ini tidak adil, karena warga di dusun lain hanya dikenakan Rp 350 ribu, sementara warga di RT Kulan diminta minimal Rp 400 ribu.” Adik saya sampai diminta Rp 800 ribu. Kalau ini tidak diselesaikan, kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum,” tegasnya.
Kepala Desa Rarang Lalu Sahrandi menegaskan bahwa biaya pembuatan sertifikat PTSL sesuai aturan adalah Rp 350 ribu. Jika ada pungutan lebih dari itu, warga diminta mengklarifikasi langsung kepada pihak yang melakukan penarikan.” Kami tidak tahu pasti siapa yang menarik lebih dari batas yang ditentukan. Kami sendiri hanya menarik sesuai aturan, Rp 350 ribu per sertifikat,” katanya.
Sekretaris Desa Rarang, Lalu Yuli Hamdani, menambahkan bahwa program PTSL tahun 2024 di desa mereka mencakup 1.033 sertifikat, dengan 200 sertifikat sudah diserahkan kepada warga.” Tahap kedua akan dibagikan pada hari Kamis mendatang. Untuk biayanya, kami sudah musyawarahkan bersama para Kadus,” ujarnya.
Menurutnya, besaran biaya sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 Tahun 2017 yakni Rp 350 ribu per sertifikat. Jika ada Kadus yang menarik lebih dari itu, desa akan menindaklanjutinya dengan sanksi administrasi terlebih dahulu.
Kadus Sundak, Lalu Ari Sabandi, mengakui bahwa warga diminta membayar Rp 400 ribu per sertifikat. Namun, ia mengklaim bahwa penarikan ini telah disepakati melalui musyawarah dengan warga.”Sebelum menarik biaya, saya sudah musyawarah dengan warga dan mereka sepakat,” ungkapnya.
Ia juga menyatakan bahwa kelebihan biaya Rp 50 ribu digunakan untuk mengganti uang pribadinya yang telah dipakai membeli materai dan keperluan lainnya selama proses penerbitan sertifikat.” Tidak semua warga membayar Rp 400 ribu, hanya mereka yang tidak memiliki materai. Kalau yang sudah menyediakan sendiri tetap membayar Rp 350 ribu,” jelasnya.
Meskipun demikian, ia menyatakan kesiapannya untuk menerima sanksi dari pihak desa jika terbukti melanggar aturan.”Saya siap menerima sanksi, baik administrasi maupun yang lainnya,” pungkasnya.(lie)