Abrasi Pantai Kian Parah Mengikis Pondasi Rumah

ABRASI: Akibat gelombang pasang, abrasi pantai semakin parah di kawasah Bintaro, bahkan pondasi rumah warga juga sudah mulai terkikis. (SUDIRMAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Warga Kampung Bugis dan Bintaro semakin cemas. Pasalnya, abrasi pantai semakin mengikis pondasi rumah-rumah warga akibat terjangan gelombang pasang. Bahkan air laut terus naik setiap malam.
Meski kondisinya kian memprihatinkan, namun hal itu tak juga mendapatkan jawaban dari Pemerintah Kota Mataram, terkait pembangunan tanggul maupun pemecah gelombang yang sudah diwacanakan sejak tahun 2010 lalu.
Kondisi rumah yang semakin banyak tergerus air laut, kini juga semakin dekat dengan bibir pantai. Bahkan jalan utama hotmix bernama Jalan HM Ruslan, kini sudah terkelupas gelombang pasang sejak awal Januari lalu.

Demikian perahu-perahu nelayan yang terparkir di pesisir juga ada yang rusak diterjang gelombang. Warga hanya bisa pasrah, dan sementara memanfaatkan karung berisi pasir untuk menghadang air laut agar tisak masuk ke dalam rumah.
“Kami sudah berapa kali memberikan informasi ke pemerintah. Ini kondisi kami, rumah juga sudah mulai ada yang rusak, akitab pondasi terkikis air laut, dan lama-lama bisa roboh,” tutur Hamdani, salah satu warga Kampung Bugis, kepada Radar Lombok, Selasa (21/1).

Baca Juga :  Kebakaran Gudang Tripleks dan Lem di Batu Dawe, Water Canon dan Damkar Dikerahkan

Saat ini, jarak rumah dengan bibir pantai hanya berjarak sekitar 3 meter sampai 4 meter saja. Meski sudah lama mereka mendengar khabar kalau bakal ada relokasi ke Rusunawa. Namun itu juga tidak kunjung terealisasi, karena sudah penuh.

“Untuk antsipasi, kami hanya menggunakan bambu, dan karung berisi pasir sebagai tanggul sementara. Sudah sejak awal Januari sudah terjadi seperti ini, mulai dari Bintaro sampai Kampung Bugis, hampir sama, dengan kondisi abrasi yang semakin parah,” jelasnya.

Sementara itu, Lurah Bintaro, Rudy Herlambang mengakui penanganan abrasi yang terjadi di sepanjang garis pantai di Kelurahan Bintaro Ampenan cukup kompleks. Pasalnya, sejumlah masyarakat yang berada di bagian barat Kampung Bugis kerap kali menolak untuk direlokasi.
Bahkan lanjut dia, pengadaan talud sudah dilakukan, termasuk memindahkan warga ke Rusunawa. “Namun masyarakatnya ini yang nggak mau. Alasannya tidak ada tempat mencari rezeki lagi nanti, Karena kebanyakan mereka ini nelayan,” ujarnya
Upaya lain yang dilakukan, yakni dengan membangun talud maupun bronjong, yang dilakukan sejak 2022. Namun pemasangan bronjong juga terkendala. Pemkot Mataram masih mengupayakan agar 20 KK warga mau direlokasi ke Rusunawa.

Baca Juga :  Inspektorat Tindaklanjuti Temuan BPK pada JPS DPRD NTB

Sementara itu, Anggota DPRD Kota Mataram, Komisi III Dapil Ampenan Ahmad Azhari Gufron mengatakan, abrasi semakin parah terjadi saat ini. “Kita sudah sampaikan dalam pandangan fraksi berulang-ulang, tapi selalu jawabannya sama, penanganan abrasi masuk dalam ranah pusat,” terangnya.

Gufron mengatakan, warga sudah lama meminta dibangunkan Jeti. Aspirasi itu diserap dewan untuk disampaikan pada pemerintah daerah. “Jawabannya selalu sama yang kami terima dari Kadis PUPR, nggak ada anggaran. Katanya lagi, (persoalan pantai) masuk wilayah BWS,” terangnya.
Abrasi dan banjir rob adalah persoalan berulang setiap tahun di pesisir Kota Mataram. “Puncaknya pada tahun 2022, dimana kawasan Mapak habis (disapu rob),” tuturnya.

Seharusnya bencana tahunan yang berulang ini segera mendapatkan strategi penanganan yang lebih baik lagi. “Kita ini terlalu sibuk menata tengah kota, sampai lupa kawasan pinggir-pinggir kota,” singkatnya. (dir)