MATARAM—Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat jumlah usaha non pertanian hasil pendaftaran usaha Sensus Ekonomi (SE) 2016 mencapai 598.005 usaha. Jumlah tersebut meningkat sebesar 10,14 persen jika dibandingkan jumlah usaha hasil SE 2006 yang tercatat sebanyak 543.004 usaha.
Hanya saja dari 598.005 ribu jumlah usaha non pertanian di NTB tersebut, sebagian besar merupakan usaha yang tidak menempati bangunan khusus tempat usaha. Ada sebanyak 453.007 usaha tidak memiliki tempat khusus untuk berusaha, dimana sebagian besar adalah usaha keliling dan kaki lima.
“Ada sekitar 75 persen usaha non pertanian di NTB tidak menempati bangunan khusus untuk kegiatan usahanya,’ kata Kepala Bidang Statistik Distribusi, BPS Provinsi NTB, Ni Kadek Adi Madri di Mataram, Kamis (1/9).
Ia mengatakan, jika dilihat dari hasil data sementara pendaftaran usaha SE tahun 2016, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi NTB memiliki tantangan yang cukup berat untuk dihadapai di era persaingan bebas. Pasalnya, lebih dari 75 persen usaha di NTB tidak menempati bangunan yang khusus diperuntukan bagi kegiatan usahanya.
Terlebih lagi dalam menghadapi persaingan pasar global masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah diberlakukan pemerintah pertanggal 1 Januari 2016. Dimana arus masuk barang produk dan tenaga kerja dari luar negeri bisa masuk dengan bebas di wilayah Indonesia untuk bersaing dengan tenaga kerja lokal maupun usaha produk lokal. “Produktifitas dan daya saing usaha perlu ditingkatkan,” kata Ni Kadek.
Dalam menghadapai pasar bebas, khususnya dengan penerapan MEA, kekuatan dunia usaha perlu dipetakan oleh pemerintah daerah. Sensus Ekonomi 2016 yang baru saja selesai dilaksanakan oleh BPS menghasillkan informasi awal berupa jumlah usaha diluar sektor pertanian. Berdasarkan hasil SE 2016, jumlah usaha non pertanian di NTB 598.005 usaha. Dari 598.005 usaha, sebanyak 144.008 usaha yang menempati bangunan khusus untuk tempat usaha.
Sementara sebagian besarnya sebanyak 453.007 usaha tidak menempati bangunan khusus usaha seperti pedagang keliling, pedagang asongan, usaha di dalam rumah tempat tinggal, usaha kaki lima dan lain sebagainya, yang berpindah-pindah tempat atau identik dengan usaha mikro.
Jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota, maka Kabupaten Lombok Timur merupakan daerah dengan jumlah usaha terbanyak yaitu 149.007 usaha. Namun jika diihat dari pertumbuhannya, maka Kabupaten Lombok Tengah memiliki pertumbuhan usaha terendah yaitu 3,59 persen. Sementara Kabupaten Sumbawa Barat dengan daerah pertumbuhan usaha tertinggi yakni 66,67 persen.
Pertumbuhan usaha tertinggi ditempati Sumbawa Barat sebesar 66,67 persen, disusul Kabupaten Dompu tumbuh sebesar 26,61 persen, Kota Bima tumbuh sebesar 23,86 persen, Kota Mataram tumbuh sebesar 23,21 persen, Kabupaten Bima tumbuh mencapai 22,59 persen, Sumbawa tumbuh sebesar 12,73 persen. selanjutnya Lombok Timur sebesar 3,89 peren, Lombok Barat tumbuh sebesar 3,79 persen dan Lombok Tengah tumbuh sebesar 3,59 persen. (luk)