60 Persen dari 200 Ribu Penduduk Miskin NTB Masuk Kategori Kemiskinan Ekstrem

KEMISKINAN : Wakil Gubernur NTB Hj Sitti Rohmi Djalilah bersama Asisten I Setda NTB Madani Mukarom, Kepala BPS NTB Wahyudin saat membeberkan jumlah penduduk miskin di NTB, Kamis (15/9). (BUDI RATNASARI/RADAR LOMBOK)

PRAYA -Wakil Gubernur NTB  Hj Sitti Rohmi Djalilah meminta Pemerintah Daerah serius dalam menangani kemiskinan ekstrem di NTB. Pasalnya, lebih dari 60 persen dari 200 ribu masyarakat NTB yang miskin, masuk dalam garis kemiskinan ekstrem.

“Di NTB masyarakat miskin sebanyak 200 ribu lebih. Ini menjadi pekerjaan rumah seluruh pemerintah daerah, agar masyarakat kita keluar dari garis kemiskinan ekstrem,” ungkap Wakil Gubernur NTB  Hj Sitti Rohmi Djalilah usai membuka Rakorda Pendataan Awal Regiatrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022 di Mandalika, Lombok Tengah, Kamis (15/9).

Menurut Wagub Rohmi langkah paling utama yang bisa dilakukan, yakni harus ada perbaikan data. Sebab selama ini data penerima bantuan sosial (bansos) masih banyak ditemukan error maupun tumpang tindih, sehingga penyalurannya menjadi tidak tepat sasaran.

Sebagai contoh, persentase penduduk di kabupaten/kota yang menerima KIP menurut desil pengeluaran untuk kelompok desil 1 baru sekitar 39,12 persen. Sementara kelompok desil 2 dan 3 masing-masing sebesar 20,61 persen dan 30,38 persen.

Anehnya, masih ada kelompok desil 10 atau orang kaya yang menerima KIP. Bahkan jumlahnya mencapai 3,4 persen dan kelompok desil 9 sebanyak 14,15 persen. “Jangan bicara anggaran dulu kalau datanya belum benar. Kita sering kali kalau ada apa-apa anggarannya tuh enggak ada. Padahal, kalau datanya benar, kita lihat program pusat ini udah enggak kurang-kurang bantuannya,” bebernya.

Tidak hanya data penerima KIP yang dinilai aneh, pun data penerima BPJS PBI di Kabupaten/Kota masih ada orang kaya yang menerima bantuan. Sebanyak 2,96 persen kelompok kaya menerima jatah si miskin. Sedangkan penerima BPJS PBI untuk kelompok desil 1, 2, 3 masing-masing sebanyak 17,73 dan 9,12 persen serta 13,78 persen.

Untuk itu adanya adanya penugasan dari pemerintah pusat kepada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB untuk melakukan kegiatan pendataan awal registrasi sosial ekonomi (regsosek) sangat penting bagi daerah. Hal ini demi memperbaiki basis data penerima dari berbagai program perlindungan sosial (perlinsos).

Wagub Rohmi berharap kegiatan regsosek ini dapat menghasilkan satu data yang benar-benar valid tentang kondisi bagaimana kondisi masyarakat di NTB, sehingga bantuan apapun yang dikucurkan oleh pemerintah bisa tepat sasaran pada masyarakat yang membutuhkan. “Tidak ada orang yang tidak dapat bantuan, tidak ada orang yang tidak berhak dapat bantuan, sehingga efektif semuanya, itu harapannya. Makanya kita minta supaya serius kabupaten/kota, betul-betul dikawal ini,” imbuh Rohmi.

NTB sendiri sejak tahun 2020 sangat konsen terhadap validasi data. Untuk itu Rohmi menekankan agar pemkab/pemkot supaya mengawal validasi data yang basisnya desa hingga ke dusun-dusun. Mengingat masih saja terdapat data-data penerima bansos yang tidak valid. “Maka itu saya mengimbau agar momen registrasi sosial ekonomi ini jangan sekali-kali disia-siakan. Karena pasti nanti ada orang yang dikeluarkan dari data miskin yang memang tidak miskin. Ada yang masuk data baru sehingga itu kita harapkan berjalan dengan baik,” tutupnya.

Sementara Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menambahkan melalui kegiatan Regsosek ini, nantinya data mengenai penduduk miskin ekstrem dapat dilihat by name by addres, sehingga bantuan yang diberikan Pemerintah menyasar pada penduduk yang memang membutuhkan. “Rencananya pendataan awal (Regsosek) akan dilakulan selama satu bulan penuh, Mulai dari 15 Oktober-14 November 2022. Durasi ini sudah cukup untuk mendata semua penduduk di setiap desa. Apalagi satu orang (petugas) mendata sebanyak 250 rumah tangga di setiap desa,” ungkap Wahyudin.

Proses pendataan penduduk ini akan melibatkan semua elemen sampai ke tingkat desa. Di mana pendataan mencakup seluruh profil dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Mulai dari pendidikan, kesehatan hingga perumahannya, termasuk juga pekerjaan mereka apa. Semua didata melalui sebuah quisioner yang berjumlah 53 pertanyaan. “Jadi bisa dilihat kriteria kesejahteraan penduduk mulai dari ringking satu sampe seterusnya,” sebutnya.

Tak tanggung-tanggung, anggaran yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 100 miliar. Petugas yang tersebar di lapangan sebanyak 9.129 orang di seluruh kabupaten/kota untuk mendata masyarakat, supaya proses pendataan benar-benar real sesuai kondisi masyarakat di lapangan dan penting dilakukan pengalawan dalam proses pendataan. Oleh karena itu diterjunkan langsung kepolisian, TNI, hingga pemerintah daerah.

Jadi data-data yang diolah terjamin ketepatannya dengan adanya regsosek ini. Apabila ada oknum petugas yang bermain, maka akan terlihat dalam proses pengawasan. Terlebih dalam proses pendataan di lapangan harus ada bukti foto atau geotegging pada setiap rumah tangga yang didata para petugas. “Nanti melalui geotegging dan foto kita coba telusuri benar tidak yang sudah dilaksanakan. Jadi ada croscek ulang,” bebernya.

Dengan demikian hasil regsosek ini dapat menyajikan perangkingan kesejahteraan penduduk, mulai dari terbawah hingga teratas. Setelah itu, diadakan forum komunikasi daerah, mulai dari tingkat desa untuk penentuan kriteria-kriteria penduduk yang berada dalam desa tersebut. “Dalam forum tersebut ditampilkan semua jenis kesejahteraan penduduk dimasing-masing desa,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda