6 Terdakwa Kasus Penerbitan Sertifikat Sekaroh, Didakwa Tiga Pasal Berlapis

Sidang Kasus Penerbitan Sertifikat di Hutan Sekaroh
DAKWAAN : Lima dari enam terdakwa kasus penerbitan sertifikat di hutan lindung Sekaroh saat mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor PN Mataram,Selasa kemarin (1/8). (Ali Ma’shum/Radar Lombok)

MATARAM—Sidang perdana kasus   penerbitan sertifikat di hutan lindung Sekaroh dengan 6 orang terdakwa digelar  di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

Sidang dibagi menjadi dua berkas. Berkas pertama untuk terdakwa Lalu Maskan Mawalli  Kepala Desa  Pemongkong non aktif. Sedangkan dakwaan lainnya untuk pegawai dan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN)  Lotim. Masing-masing H Jamaludin, Mustafa  Maksum, Muhammad Naim, Fathul Irfan dan Ramli.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wasita Triantara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Selong mengatakan, keenam terdakwa ini dijerat dengan tiga dakwaan.  Yaitu dakwaan primair, didakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1. Untuk dakwaan subsidairnya menyatakan bahwa terdakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1. Selanjutnya, dakwaan lebih subsidairnya menyatakan bahwa terdakwa melanggar Pasal 9 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1. ‘’ Ini ketiga pasal yang didakwakan kepada terdakwa,’’ ujarnya dalam sidang yang dipimpin oleh Albert Usada di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Selasa keamrin (1/8).

Dalam perkara ini, para terdakwa dianggap secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dimana para terdakwa sebagai yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, jika diantara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran ada hubunganya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. ‘’ Terdakwa dianggap memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi,’’ katanya.

Baca Juga :  Pelaku Penadahan, Residivis Curat Ditangkap

Selain itu,  juga dari hasil penetapan tata batas kelompok hutan Sekaroh RTK.15 dibuat Peta Tata Batas Kawasan Hutan Sekaroh RTK.15 yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 756 / Kpts / Um / 10 / 1982 tanggal 12 Oktober 1982 terletak di Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur,  dengan Luas : 2.834, 20 HA, Panjang 62,37 KM dengan Skala Peta 1 : 25000. Setelah itu untuk menegaskan kembali adanya Kawasan Hutan Lindung Sekaroh (RTK.15), Menteri  Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 8214 / Kpts-II / 2002 tanggal 9 September 2002  tentang Penetapan Kelompok Hutan Sekaroh (RTK. 15) seluas 2.834,20 Hektar yang terletak di Kabupaten Lombok Timur,  Sebagai Kawasan Hutan Tetap.

Akibat perbuatan yang dilakukan bersama-sama oleh terdakwa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah mengalami kerugian yaitu hilangnya aset negara berupa hutan seluas 413.902 M2. Perhitungan berdasarkan laporan akhir perhitungan kerugian negara di Kawasan Hutan Lindung Sekaroh Kabupaten Lombok Timur tanggal 31 Maret 2017 yang dibuat oleh tim peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.  Yaitu nilai ekonomi total hutan lindung Sekaroh merupakan penjumlahan nilai guna langsung yaitu nilai kayu pertukangan dan nilai ekowisata serta nilai pilihan berupa nilai flora dan fauna.  Dengan demikian nilai ekonomi total hutan lindung Sekaroh adalah penjumlahan nilai ekonomi kayu hasil reboisasi dengan tanaman reboisasi jenis sonokeling dengan tahun tanam 1994 dan 1995, nilai ekonomi flora dan fauna yang hidup pada hutan lindung Sekaroh, serta nilai ekonomi jasa wisata yang disediakan oleh kawasan hutan tersebut. 

Baca Juga :  Prostitusi Terselubung Resahkan Warga Mataram

Nilai ekonomi total hutan lindung Sekaroh merupakan jumlahan nilai ekonomi kayu hasil reboisasi dengan tahun tanaman 1994/1995, nilai ekonomi flora dan fauna yang hidup pada hutan lindung Sekaroh, serta nilai ekonomi jasa wisata yang disediakan oleh kawasan hutan lindung Sekaroh. Besarnya kerugian negara yang diakibatkan oleh okupasi kawasan hutan lindung Sekaroh dapat didekati dengan nilai ekonomi total hutan lindung Sekaroh yaitu sebesar Rp 62.094.815.948,62 atau dibulatkan menjadi Rp  62.094.815.949  atau setidak tidaknya sekitar jumlah tersebut. ‘’ Jadi nilai kerugian negara yang dialami sekitar Rp 62.092.815.949,’’ ungkapnya.

Seluruh terdakwa melalui penasehat hukum masing-masing sepakat untuk mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU. ‘’ Kami akan mengajukan eksepsi yang mulia,’’ ujar H Rofiq Ashari salah satu penasehat hukum terdakwa. Sidang digelar pekan depan dengan agenda mendengarkan eksepsi dari terdakwa.(gal)

Komentar Anda