MATARAM — Sebanyak 201 pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) hingga batas waktu yang ditentukan tanggal 29 Juli 2016 lalu.
Badan Kepagawaian Daerah (BKD) NTB telah melaporkan dan menyerahkan daftar pejabat yang tidak patuh dan taat dalam melaporkan dan menyerahkan LHKPN itu ke gubernur. " Nama – nama pejabat itu sudah diterima Pak Gubernur" kata Kepala BKD NTB Abdul Hakim kepada Radar Lombok, Jumat kemarin (19/8).
Sanksi pemecatan dari jabatannya dipastikan bakal diterima pejabat tidak patuh dan taat melaporkan dan menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) hingga deadline pada tanggal 29 Juli. Sanksi pemecatan dari jabatannya ini menunggu surat disposisi Gubernur TGH Zainul Majdi.
Menurut Hakim, Gubernur memastikan bakal memberikan sanksi pemecatan dari jabatannya terhadap pejabat tersebut. Meski begitu, pihaknya masih menunggu disposisi Gubernur NTB terkait dengan sanksi bakal diterima pejabat itu. Karena itu, BKD belum bisa menindaklanjutinya.
Gubernur, menurut Hakim, tidak akan mentolerir ada pejabat yang dinilai tidak patuh, tunduk dan taat terhadap Undang – Undang. Sesuai Undang – Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) pejabat ASN satu kali setahun harus menyerahkan dan melaporkan LHKPN. " Pak Gubernur secara lisan sudah mengatakan akan memecat pejabat tidak patuh dan taat. Karena itu, sekarang kita masih menunggu disposisi tertulis Pak Gubernur untuk eksekusi sanksi. Karena kesibukan beliau (Gubernur, red) maka disposisi belum turun," ucapnya.
Ratusan pejabat yang tidak menyerahkan LHKPN ini menyebar di semua Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) di lingkup pemprov NTB." Kalau kita kalkulasikan hampir satu orang di setiap SKPD," ungkap mantan Penjabat Bupati Kabupaten Sumbawa Barat itu.
Selain menjatuhkan sanksi pencopotan kepada pejabat tadi, gubernur bakal memberikan teguran kepada pimpinan SKPD a di instansi pejabat tersebut berada. Pasalnya, pimpinan SKPD dinilai lalai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pembinaan terhadap para pegawai di instansi terebut.
Diharapkan, dengan teguran itu membuat pimpinan SKPD kedepan lebih serius dan konsisten dalam memberikan pembinaan dan pengawasan kepada jajaran. " Karena LHKPN ini adalah amanah undang – undang, jadi harus dilaksanakan,'' jelasnya.
Sejak lama seluruh wajib lapor LHKPN diharuskan mengurusnya. Di Provinsi NTB bahkan telah dikeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 800/4805/BKD-DIKLAT/2015 tentang kewajiban penyampaian LHKPN yang ditandatangani oleh Sekda H Muhammad Nur. Dalam SE tersebut, penyerahan LHKPN wajib dilakukan paling lambat 2 bulan setelah dilantik, dimutasi, dibebaskan dari jabatan dan 2 tahun dalam jabatan yang sama sejak tanggal pelaporan sebelumnya.
Apabila pejabat tidak menyerahkan LHKPN maka bisa dikenakan sanksi administratif seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksi yang dapat diberikan kepada pejabat malas mengurus LHKPN mulai dari teguran ringan seperti teguran lisan, teguran tertulis, pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sanksi sedang juga bisa dikenakan seperti penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun. Namun apabila pejabat tersebut sudah berkali-kali diingatkan tetapi masih saja ngeyel, sanksi berat menantinya yaitu penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD NTB, Mori Hanafi mengingatkan pimpinan daerah agar tidak mendiamkan ratusan pejabat lingkup Pemprov NTB yang belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Terlebih lagi Surat Edaran (SE) dan deadline telah diberikan namun para pejabat tersebut tidak bergeming.
Menurut Mori, pimpinan daerah dalam hal ini Gubernur atau Wakil Gubernur harus memberikan sanksi kepada ratusan pejabat tersebut. Penyerahan LHKPN hukumnya wajib dan tidak ada alasan untuk bisa ditolerir. “Kan SE sudah ada tapi tidak diindahkan, deadline Wagub juga sudah habis,” kata Mori.
Pejabat yang enggan menyerahkan LHKPN menunjukkan integritasnya diragukan. Apalagi terkesan takut kekayaannya diketahui publik. “Kita jadi bertanya-tanya, ada apa sehingga mereka takut serahkan LHKPN. Ini wajib lho,” ujarnya.
Selain itu, pejabat seharusnya menghargai dan menghormati SE dan deadline yang diberikan pimpinan daerah. Namun pada realitanya hal itu tidak dilakukan, masalah ini tentunya menunjukkan etika pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik.
Mori menyarankan untuk segera dilakukan tindakan tegas, mulai dari memberikan surat teguran. Apabila sudah berkali-kali ditegur tetapi masih ada pejabat yang ngeyel tentunya harus diberikan sanksi tegas karena NTB tidak butuh pejabat tanpa integritas.(yan)