Agar bisa meraih sukses, dibutuhkan kemauan dan ketekunan. Hal ini juga berlaku bagi para hafidz dalam menghafal ayat-ayat suci Alquran.
Ahmad Yani – Mataram
Ari Satriawandi mahasiswa Universitas Nadhlatul Wathan (UNW) tersebut sudah hampir tiga tahun menjadi seorang hafidz. Keinginan dan tekad kuat untuk menjadi hafidz begitu dia masuk ke Madrasah Aliyah (MA).
Ari – panggilan akrabnya, sesudah menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Suela Kecamatan Suela, Lombok Timur, lalu memutuskan memilih Madrasah Aliyah Khusus (MAK) NW Anjani untuk melanjutkan pendidikan.
Ketika menempuh pendidikan di MAK NW Anjani, ia menemukan banyak rekan sebaya sudah mampu menghafal Alquran. Ia pun mulai berpikir, rekan lain saja mampu menjadi hafidz, dirinya juga harus bisa.
[postingan number=5 tag=”hafidz”]
Keinginan dan tekad kuat pun mulai ia tancapkan dalam hati untuk menjadi seorang hafidz. Ari hampir tiap hari selalu menyempatkan diri untuk menghapal Alquran. Alhasil, Ari mampu menghafal Alquran 30 juz dalam waktu dua tahun.
Tidak mudah dan gampang bagi Ari menjalani proses tersebut. Hambatan dan kendala acap kali harus dihadapi. Menurutnya, kendala dan hambatan terbesar bukan berasal dari luar, namun berasal dari dalam diri sendiri. Rasa bosan, jenuh dan malas kerap menghampiri dirinya. ” Inilah tantangan paling besar harus kita hadapi,” tutur mahasiswa Semester II Sastra Arab UNW tersebut.
Begitu rasa bosan, jenuh dan malas sudah menghampiri, maka ia biasanya akan melakukan berbagai aktivitas yang disenangi.Misalnya, berolahraga sejenak atau bersenda gurau dengan teman lain. Menurutnya, rasa bosan, malas dan jenuh tersebut harus dilawan. Andai tidak ada keinginan dan kesungguhan untuk melawan rasa malas dan bosan tersebu, maka keinginan untuk menjadi hafidz pun makin kian jauh.
Ia menuturkan, aktivitas dirinya menghafal Alquran terutama ayat – ayat pendek sudah dilakoni sejak SMP. Namun rasa malas dan jenuh membuat dirinya tidak kontinyu melakukan aktivitas tersebut. Namun sejak sekolah di MAK NW Anjani, ia pun memutuskan untuk melawan rasa malas dan jenuh tersebut. Terlebih, MAK NW Anjani memiliki program pendidikan untuk Santri mau menghapal Alquran. Ia pun makin termotivasi dan bersemangat untuk menjadi hafidz. ” Saya pun jadi semangat kembali untuk menghapal Alquran,” kenang pemuda berusia 19 tahun tersebut.
Meskipun dirinya sudah mampu menjadi hafidz sejak dua tahun lalu, bukan berarti persoalan selesai. Sekarang dirinya dituntut bagaimana bisa menjaga dan mempertahankan hafalannya. Itu pun bukan persoalan gampang dan mudah. Butuh komitmen kuat dan kontinyu untuk menjaga dan mempertahankannya.
Bagi Ari, tidak ada resep khusus dimilikinya. Namun dirinya selalu mengalokasikan waktu khusus untuk mengulang kembali hafalannya. Biasanya dilakukan usai salat Subuh dan salat Ashar.
Menurutnya, banyak orang sudah menjadi hafidz namun tak mampu menjaga dan mempertahankan hafalan Alquran tersebut. Ari pun tak mau hal tersebut terjadi pada dirinya. Karena itu, sesibuk apapun dirinya dalam melakoni aktivitas perkuliahan di UNW, ia selalu menyempatkan diri untuk menjaga dan mempertahankan hafalannya.
Ia pun beruntung memperoleh beasiswa pendidikan di UNW melalui jalur hafidz Alquran. Ada program beasiswa pendidikan di UNW diberikan kepada mahasiswa menjadi hafidz. Oleh karena itu, tuntutan untuk menjaga dan mempertahankan hafalan tetap ada.
Pada bulan suci Ramadan tahun ini, Ari pun dipercaya Lembaga Pendidikan Tahfidz Alquran (LPTQ) Syaikh NW Anjani menjadi salah satu pembimbing bagi santri mengikuti program Ramadan menghafal. Dengan menjadi pembimbing pada program tersebut, otomatis dirinya akan selalu memiliki waktu untuk menjaga dan mempertahankan hafalannya. Ia pun memberikan motivasi dan semangat kepada santri – santri lain untuk tidak patah semangat dan mudah menyerah untuk menjadi hafidz. ” Siapa lagi memotivasi diri kita sendiri kalau bukan diri sendiri,” pungkasnya.(yan)