MATARAM – Kesehatan mental generasi Z di Provinsi NTB menjadi perhatian serius, terutama dengan data terbaru yang mencatat sebanyak 2.836 kasus gangguan mental pada remaja berusia 15-18 tahun.
Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri menjelaskan data gangguan kesehatan mental pada Gen Z mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti tekanan sosial, ketidakstabilan ekonomi, serta pengaruh teknologi yang sangat dominan di kehidupan sehari-hari Gen Z.
“Berdasarkan aplikasi sistem SIMKESWA se- NTB sampai Oktober 2024, dengan kelompok usia remaja 15-18 tahun, dari hasil skrining abnormal dan bordirline sejumlah 2.836 orang,” terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB H Aidy Furqan berkomitmen untuk lebih fokus pada pengembangan program yang dapat mendukung kesehatan mental pelajar. Ia menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pihak, mulai dari sekolah, keluarga dan berbagai pihak lainnya untuk memberikan pendampingan yang lebih baik bagi generasi muda.
“Saya mengajak guru dan orang tua untuk lebih peka terhadap tanda-tanda gangguan mental pada peserta didik supaya kita melakukan intervensi melalui program yang nyata,’’ kata Aidy.
Selain itu, Aidy juga berencana akan melibatkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk menangani para siswa. Pertama, melalui guru-guru yang setiap hari berinteraksi dengan para siswa.
“Sudah kami bicarakan dengan Kepala RSJ, supaya guru-guru ini diberikan trauma healing. Karena mereka ini mentransfer emosi kepada anak-anak, itu berdasarkan kondisi dirinya, tidak berdasarkan ilmunya,” ujarnya.
Bukan hanya itu, Aidy juga berencana memperkuat edukasi mengenai kesehatan mental di sekolah melalui pelatihan guru dan sosialisasi di tingkat pelajar, sehingga para siswa dapat lebih memahami dan mengelola tekanan yang mereka hadapi di era digital saat ini. Dikbud juga akan berkoodinasi dengan Dinkes NTB, untuk meminta data-data Gen Z yang lebih spesifik, terkait penyakit mental yang dikeluhkan.
“Nanti saya akan minta ke Kadinkes soal data- data itu, pada aspek mana yang paling banyak. Apakah psikis yang sifatnya seperti apa. Jika ditemukan ada (kasus) bullying, sehingga menyebabkan anak-anak jadi down mentalnya, saya pikir perlu dilakukan penguatan bersama psikolog,” jelasnya.
Ia menjelaskan salah satu faktor yang menyebabkan Gen Z cenderung tidak percaya diri dan kerap menyendiri adalah latar belakang keluarga. Misalnya, anak-anak yang lahir di tengah keluarga miskin.
“Selain faktor ekonomi, faktor keluarga yang kurang bagus juga cenderung membuat anak kurang percaya diri,” tutupnya. (adi)