SELONG – Kasus Tuberkulosis (TBC) pada anak di Lombok Timur terbilang cukup mengkhawatirkan. Hal tersebut menjadi atensi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur, dalam hal ini Dinas Kesehatan (Dikes) setempat. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Lombok Timur, sepanjang tahun 2024 tercatat 180 kasus TBC pada anak.
Kepala Bidang P3KL Dinas Kesehatan Lombok Timur, Budiman Satriadi, mengungkapkan bahwa jumlah kasus yang cukup tinggi ini masih perlu diwaspadai. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengenali gejala-gejala TBC pada anak.
“Harapan kami kepada masyarakat, apabila ada keluarga atau tetangga yang mengalami batuk dalam waktu lama, segera periksa ke puskesmas. Kami berharap semakin banyak kasus yang ditemukan agar dapat segera ditangani dan mencegah terjadinya kematian akibat TBC,” ujar Budiman.
Kurangnya pemahaman masyarakat terkait bahaya penyakit ini menjadi tantangan dalam penanganan TBC. Banyak orang tua belum memahami dampak jangka panjang dari penyakit tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Akibatnya, banyak kasus yang tidak segera terdeteksi dan tidak tertangani dengan baik.
Untuk itu, masyarakat diimbau agar lebih waspada dan segera membawa anak yang mengalami batuk berkepanjangan, demam, atau gejala lainnya ke fasilitas kesehatan terdekat. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif. Selain itu, upaya pencegahan seperti menjaga kebersihan lingkungan, memberikan asupan gizi yang cukup, serta menjalani pola hidup sehat juga menjadi langkah penting dalam mengurangi risiko penularan penyakit.
“Kami juga terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyakit menular seperti TBC. Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan kasus-kasus ini dapat ditekan dan kesehatan anak-anak di Lombok Timur dapat lebih terjaga,” tutupnya.
Sementara itu, Perwakilan UNICEF NTB-NTT, dr. Vama Chrisna Taolin, menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India. Dengan tingginya angka kasus ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dalam upaya pencegahan serta pengobatan TBC, pneumonia, dan penyakit menular lainnya.
“Untuk mencegah kasus ini, pemerintah daerah tentunya harus intens dan proaktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang gejala-gejala penyakit tersebut, meningkatkan akses layanan kesehatan, serta menyosialisasikan pentingnya imunisasi dan pola hidup sehat. Dengan langkah-langkah ini, kita berharap angka kasus penyakit menular pada anak dapat ditekan dan kematian akibat penyakit ini dapat dicegah,” tutupnya. (lie)