12 Honorer BRIDA NTB Dirumahkan

KANTOR BRIDA NTB: Kantor BRIDA NTB yang berlokasi di Jalan Raya Zamia, Nomor 2, Desa Lelede, Banyumulek, Kediri, Lombok Barat. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sebanyak 12 tenaga honorer di lingkungan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terpaksa dirumahkan sementara waktu. Langkah ini diambil, menyusul kebijakan terkait dengan larangan pembayaran gaji honorer pada tahun 2025, yang mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 20 Tahun 2023.

Adanya kebijakan tersebut, tak ayal menimbulkan ketidakpastian bagi sejumlah tenaga honorer, terutama yang masa kerjanya kurang dari dua tahun, dan tidak mengikuti seleksi CASN.

Berdasarkan arahan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, honorer yang masa kerjanya kurang dari dua tahun, dan tidak mengikuti seleksi CASN tidak dapat dibayarkan gajinya. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki Surat Keputusan (SK) yang sah sebagai pegawai pemerintah, sehingga gaji mereka tidak dapat dicairkan.

“Orang capek-capek, tapi tidak dibayarkan (gajinya, red), kan tidak bagus itu. Jadi untuk sementara, sembari menunggu keputusan dan informasi lebih lanjut dari pemerintah, maka para tanaga honorer ini diminta untuk istirahat saja dirumah,” kata Plt Kepala BRIDA NTB, Lalu Suryadi kepada Radar Lombok, kemarin.

Informasi yang dihimpun Radar Lombok, belasan tenaga honorer di lingkup BRIDA NTB ini dirumahkan mulai tanggal 26 Februari 2025 lalu. Keputusan tersebut, disampaikan secara lisan tanpa adanya surat resmi yang diberikan kepada mereka.

Tenaga honorer yang dirumahkan ini, termasuk dalam kategori yang tidak terdaftar dalam database BKN, serta mereka yang masa kerjanya kurang dari dua tahun, tidak ikut seleksi CPNS atau P3K, serta yang sudah melewati batas usia pensiun.

Bahkan saat para tenaga honorer ini dikumpulkan Februari 2025 lalu, BRIDA mengatakan bahwa mereka yang lulus CPNS atau PPPK, namun belum menerima SK pengangkatan, dan berada dalam zona hijau. Namun karena belum ada regulasi yang jelas, maka mereka juga masuk dalam kelompok tenaga honorer yang terpaksa dirumahkan. Meskipun ada beberapa staf honorer lain yang sudah menerima gaji, tenaga honorer yang dirumahkan belum menerima pembayaran gaji mereka.

Baca Juga :  Kepala Daerah Diminta Tutup Tempat Prostitusi

Suryadi mengonfirmasi bahwa keputusan untuk merumahkan mereka bukanlah sebagai upaya pemecatan sepihak, melainkan untuk menunggu kepastian lebih lanjut mengenai kebijakan terkait status tenaga honorer. “Itu hanya, silakan istirahat sementara, sampai ada kepastian dan kejelasan dari BKD NTB. Kalau kita suruh orang bekerja terus, tapi tidak dibayar, itu jadi salah kita,” jelas Suryadi.

Suryadi juga menambahkan, bahwa meskipun 12 tenaga honorer yang dirumahkan sudah tidak bekerja sementara waktu, tetapi pihaknya tetap berusaha agar mereka mendapatkan hak-hak mereka.

“Kami sedang mengusahakan agar seluruh honorer bisa mendapatkan gaji mereka. Jika keputusan pimpinan menyatakan bahwa 12 orang ini benar-benar dirumahkan, maka mereka tetap akan menerima gaji untuk dua bulan terakhir mereka bekerja,” tambahnya.

Suryadi membenarkan di BRIDA NTB terdapat sekitar 30 tenaga honorer, dengan 12 diantaranya yang terpaksa dirumahkan. Dari 12 orang ini, sebagian besar adalah mereka yang tidak terdaftar dalam database BKN, dan tidak mengikuti seleksi CPNS atau P3K. Ada juga beberapa yang sudah melewati batas usia pensiun, yang secara otomatis tidak dapat melanjutkan kontrak mereka.

Meskipun honorer dirumahkan, pihak BRIDA kata Suryadi, tidak melarang mereka untuk kembali bekerja jika situasinya memungkinkan. “Kami belum bisa memberikan gaji sampai ada kepastian lebih lanjut mengenai status mereka,” katanya.

Suryadi menyatakan, bahwa tidak hanya BRIDA yang merumahkan tenaga honorer, namun juga sebagian besar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di NTB yang masih menunggu kejelasan terkait status tenaga honorer dan keputusan pembayaran gaji mereka.

Baca Juga :  Kapolda Pastikan Surat Suara Aman

“Istilahnya kita sebenarnya tidak merumahkan, tetapi meminta mereka untuk istirahat dulu sampai ada kejelasan. Kami ingin mereka juga bisa mencari nafkah. Mereka mau hidup, mau pakai apa kalau dipekerjakan tanpa gaji,” tegasnya.

Meski demikian, pihak BRIDA NTB berupaya agar tenaga honorer yang masa kerjanya kurang dari dua tahun tetap bisa terdaftar dalam database. Karena banyak tenaga honorer yang memiliki peran penting di BRIDA NTB.

Salah satu contohnya adalah dalam bidang publikasi, di mana beberapa staf yang dirumahkan bertugas sebagai PPID yang menyebarkan informasi publik. “Saya berharap tidak ada yang dirumahkan, karena kami membutuhkan mereka,” kata Suryadi.

Plt Kepala BKD NTB, Yusron Hadi, mengaku belum menerima laporan resmi terkait dengan ke 12 tenaga honorer yang dirumahkan di BRIDA NTB. Ia menyayangkan sikap BRIDA yang tidak mengirimkan surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada BKD NTB sebelum mengambil langkah tersebut. “Belum ada laporan resmi ke kami. Secara resmi, tidak ada,” ujar Yusron.

Ia menjelaskan bahwa seharusnya kebijakan terkait tenaga honorer menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah pusat. Yusron juga menekankan bahwa untuk tenaga honorer yang tidak terdaftar dalam database, mereka diminta untuk tetap tenang dan menunggu kebijakan yang akan datang.

“Karena kebijakan dari pusat saja sering berubah-ubah. Jadi kita akan melihat apa yang akan terjadi setelah hasil e-hearing dengan DPR. Harapannya, dalam masa perpanjangan ini ada kebijakan yang berpihak pada tenaga honorer,” harap Yusron. (rat)