11 Nelayan Kuta Ditangkap Polisi

11 Nelayan Kuta Ditangkap Polisi
DIALOG: Ketua umum PKB H Muhaimin Iskandar berdialog dengan nelayan Kuta, Lombok Tengah minggu kemarin (14/5). (ROZIKIN/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Sedikitnya sekitar 11 nelayan di sekitar Pantai Kuta Lombok Tengah sudah ditangkap aparat kepolisian. Mereka ditangkap lantaran kedapatan membawa bibit lobster.

Petani Nelayan Pantai Kuta, Sabri mengatakan, ada 11 rekannya yang sudah ditangkap polisi. Dua diantara rekannya itu ditangkap di oleh Polres Malang, Jawa Timur. Sementara selebihnya ada di Pulau Lombok. “Teman-teman saya ditangkap karena ditemukan membawa bibit lobster,” ujarnya  Minggu kemarin (14/5).

Penangkapan belasan nelayan di sekitar Pantai Kuta ini disebutnya tidak manusiawi. Penangkapan disebabkan terbitnya Permen 1/2015 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Permen ini lazim di sebut Permen Susi. Sebelum Permen terbit, ungkap Sabri, warga di sekitar Pantai Kuta mengaku relative lebih sejahtera dan terbantu ekonominya. Namun terbitnya permen yang tanpa melalui sosialisasi ini disebutnya telah berdampak buruk. “Bayangkan saja, terbitnya Permen ini sampai-sampai anak-anak kami terancam putus sekolah. Kami merasa kesulitan membiayai mereka. Pemerintah telah merampas mata pencaharian kami,” tegasnya.

Dampak buruk lainnya, di sekitar  Pantai Kuta sejak terbitnya Permen ini membuat aksi kriminalitas meningkat. Perampokan semakin kerap terjadi. Meningkatnya kasus kriminalitas ini disebutnya terjadi lantaran mata pencaharian nelayan diambil.

Ketua Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) NTB, Muhammad Akbar Jadi mengatakan, di sekitar Pantai  Kuta terdapat sekitar 9 kawasan sentral bagi aktivitas nelayan. Khusus lobster, pusat penangkaran terletak di teluk Blumbang.

Baca Juga :  Warga Miskin Meningkat, Penerima Rastra Membengkak

“Nelayan kita di 9 titik kawasan terdiri dari sekitar 7 ribu orang. Rata-rata mereka saat ini berhenti melaut karena perairan di wilayah Kuta ini tidak cocok untuk menangkap ikan dan budidaya rumput laut,” ungkapnya.

Pihaknya mengaku sangat prihatin dengan penangkapan terhadap para nelayan. Ini karena sebelumnya pemerintah tidak melakukan edukasi dan sosialisasi mengantisipasi kemungkinan timbulnya pelanggaran terhadap regulasi yang dimunculkan pemerintah.

Imbas munculnya Permen tersebut berakibat pada lumpuhnya mata pencaharian masyarakat nelayan di sekitar tempat itu. “Toh alat angkap yang digunakan nelayan kita di sini sangat ramah lingkungan. alat tangkap mereka masih sangat tradisional,” ujarnya.

Alat tangkap bibit lobster masyarakat nelayan di sekitar pantai Kuta dinamakan Pocong. Alat ini disebutnya terbuat dari bekas kertas semen.

Atas ditangkapnya para nelayan itu, Gerbang Tani NTB dipastikan akan menyiapkan kuasa hukum untuk membantu para petani. Pihaknya tidak ingin membiarkan petani sendiri dalam kasus ini demi melanjutkan kehidupan yang lebih layak.

Gerbang Tani NTB yang merupakan sayap otonom dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memastikan akan menindaklanjuti semua keluhan petani yang sampai kepada pihaknya. Bagi nelayan yang telah divonsi bersalah dalam waktu cepat akan dibantu proses banding dalam kasus yang dihadapi.

Apa yang dilontarkan aktivis yang kerap dipanggil Viken ini ditegaskan pula Ketua PKB, H. Ahmad Muhaimin Iskandar. Para petani yang telah ditangkap itu tidak sepatutnya dibiarkan berjuang sendiri. Para petani harus dibantu.

Baca Juga :  Warga Lekor Kembali Gedor Kantor Desa

“Saya perintahkan kepada PKB NTB untuk segera memberikan bantuan hukum. Saya akan terus pantau kasus ini sampai selesai,” tegasnya.

Terhadap keluhan petani yang kehilangan mata pencaharian, ia berjanji akan menyampaikan hal itu kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI. Toh dalam kasus ini disebutnya, nelayan yang ditangkap tidak berbuat kejahatan dan aksi kriminal.

“Mereka ini bukan maling, bukan penjahat. Mereka sedang berusaha menghidupi diri dan keluarga dengan cara halal, tapi kok ditangkap. Itu tidak sepatutnya terjadi,” tegasnya.

Ia pun menegaskan agar Menteri Kelautan dan Perikanan RI segera meninjau ulang Permen 1/2015. Permen ini disebutnya telah merugikan masyarakat nelayan.

Terkait Permen ini, Muhaimin menegaskan, sebelum diterbitkan ada dua mazhab pemikiran yang berkembang. Pertama, membiarkan lobster itu mamah biak dalam jumlah banyak. Kedua, membuat masyarakat nelayan makmur dan sejahtera melalui pembudidayaan dan penangkaran.

“Nah mazhab kedua inilah yang  saya pegang. Nelayan harus makmur dulu. Toh lobster itu tidak akan habis diambil,” ujarnya.

Untuk menciptakan nelayan sejahtera, jelasnya, pemerintah harus melakukan intervensi melalui bantuan modal dan alat produksi. Selain itu, langkah-langkah seperti edukasi dianggap sebagai langkah yang tak kalah pentingnya. (rzq)

Komentar Anda