MATARAM—Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang digulirkan pemerintah pusat dalam rentang waktu Juni 2016 hingga akhir Maret 2017 dibagi dalam tiga periode, dengan menerapkan biaya tebusan berbeda setiap periodenya. Untuk pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ikut dalam program tax amnesty tersebut, diberikan biaya tebusan istimewa.
Bagi pelaku UMKM yang memiliki harta dibawah angka Rp10 miliar, diberikan keringanan biaya tebusan sebesar ½ persen flat sejak dimulai program tax amnesty hingga periode terakhir atau ke III pada akhir Maret 2017 mendatang. Keringanan biaya tebusan tersebut, ternyata dimanfaatkan secara baik oleh pelaku UMKM di Provinsi NTB baik itu periode I maupun periode II ini.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nusra, Suparno menyebut jika program tax amnesty(TA) justru didominasi oleh pelaku UMKM yang ada di NTB. Bahkan hingga tanggal 5 Desember 2016, jumlah pelaku UMKM yang ikut dalam program pengampunan pajak di NTB mencapai 1.534 wajib pajak UMKM.
“Saya memperkirakan masih banyak pelaku UMKM yang akan ikut dalam pengampunan pajak hingga berakhir periode ke tiga,” kata Suparno dalam keterangan persnya, Selasa kemarin (6/12).
Ia menyebut hingga Senin (5/12) total realisasi uang tebusan pengampunan pajak (tax amnesty) baik itu periode pertama dan periode ke dua ini sudah mencapai RP246,166 miliar dari target sebesar Rp200 miliar hingga periode tiga akhir Maret 2017. Rincian untuk Provinsi NTB sebesar Rp 130,414 miliar dan Provinsi NTT sebesar Rp115,752 miliar. Dari jumlah tersebut untuk Provinsi NTB, wajib pajak dari kalangan pelaku UMKM menyumbang senilai Rp 32,8 miliar dan di Provinsi NTT pelaku UMKM menyumbang sebesar Rp 64,47 miliar.
Sementara itu khusus untuk periode kedua, realisasi uang tebusan untuk masing-masing provinsi yakni NTB sebesar Rp10,297 miliar lebih dan Provinsi NTB sebesar Rp7,890 miliar lebih. Berdasarkan data jumlah wajib pajak yang telah memanfaatkan pengampunan pajak di NTB sebanyak 3.024 wajib pajak, diantaranya sebanyak 1.538 wajib pajak UMKM. Sementara untuk Provinsi NTB sejumlah 3.605 wajib pajak diantaranya sebanyak 2.260 wajib pajak UMKM. “Jumlah ini menunjukan program amnesty pajak baru dimanfaatkan sebagian kecil wajib pajak yang terdaftar di Kanwil DJP Nusa Tenggara,” sebut Suparno.
Suparno mengimbau wajib pajak yang belum melaporkan harta kekayaannya dalam surat pemberitahuan pajak tahunan untuk diikutkan dalam program pengampunan pajak di periode kedua atau periode ketiga. Hanya saja, lebih cepat lebih baik dengan memanfaatkan periode kedua, dimana biaya tebusan untuk deklarasi dikenakan 3 persen. sementara itu jika memanfaatkan periode ketiga, maka biaya tebusan yang harus dikeluarkan sebesar 5 persen.
Pada dasarnya, lanjut dia, amnesty pajak merupakan kewajiban hak wajib pajak, sehingga apabila WP menggunakan haknya tersebut biaya kepatuhan rendah, mengingat tariff uang tebusan jauh lebih rendah dibanding tarif pajak penghasilan (PPh). Apabila wajib pajak tidak memanfaatkan haknya, maka ketentuan pasal 18 ayat 2 UU pengampunan pajak akan menjadi konsekuensi yang harus dihadapi wajib pajak.
Dalam pasal 18 UU pengampunan pajak memuat tentang jika Ditjen Pajak menemukan data atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, maka harta dimaksud diangap sebagai tambahan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak. Atas tambahan penghasilan tersebut, maka akan dikenai pajak dan sangsi sebesar 200 persen sesuai dengan ketentuan peraturan UU bidang perpajakan.
“Misalkan WP punya rumah senilai Rp 1 miliar tapi tidak didaftarkan dalam SPT dan tidak deklarasi pegampunan pajak. Maka nantinya jika ditemukan akan dikenakan pajak sebesar 30 persen atau senilai Rp 300 juta dan ditambah lagi sanksi 200 persen. artinya wajib pajak itu harus membayar pajak termasuk sanksi mencapai Rp 900 juta,” jelasnya.
Terlebih lagi nantinya pada saat mulai diberlakukannya Autommatic Exchange of Information (AEOI) paling lambat tahun 2018 serta adanya revisi UU perbankan untuk keterbukaan data bagi perpajakan, membuat wajib pajak tidak akan bisa menyembunyikan asetnya dimanapun dari otoritas pajak. “Saat ini adalah waktu yang tepat bagi wajib pajak untuk segera memanfaatkan amnesty pajak,” pungkasnya. (luk)